Jakarta, Mevin.ID – Kenyataan pahit tentang kondisi gizi anak Indonesia diungkap langsung oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana.
Dalam konferensi pers bersama Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Dadan menyebutkan bahwa 60 persen anak Indonesia tidak mampu membeli susu, bahkan belum memiliki akses ke makanan bergizi seimbang.
“Ini adalah satu kenyataan. Bukan karena tidak mau minum susu, tapi karena orang tuanya tidak mampu membelinya,” ujar Dadan di Jakarta, Senin (16/6).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Masalah ini menjadi sorotan serius pemerintah. Salah satu solusi yang kini terus diperluas adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dirancang tak hanya menyediakan makanan seimbang, tapi juga melengkapi menu dengan susu.
“Presiden menyampaikan bahwa makan bergizi adalah strategi utama. Sejak diluncurkan 6 Januari 2025, MBG kini sudah berjalan di 1.785 Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi (SPPG) di 38 provinsi,” jelas Dadan.
Selama ini, banyak anak Indonesia tumbuh dalam keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah dan tergolong masyarakat miskin. Tidak heran, menu sehari-hari mereka sangat bergantung pada karbohidrat. “Makan nasi dengan bala-bala (bakwan), mi, atau kerupuk, itu lumrah. Tapi hampir tanpa protein dan serat,” tambahnya.
Melalui program MBG, anak-anak kini mendapat menu yang dirancang lebih seimbang: 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, dan 30 persen serat, serta segelas susu sebagai pelengkap gizi.
“Khusus di daerah yang punya peternakan sapi perah, kami optimalkan susu lokal,” ungkap Dadan.
Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari kalangan akademisi. Epi Taufik, pakar susu dari IPB dan tim ahli BGN, menegaskan pentingnya pemberian susu dalam program makan anak di sekolah.
“Di 163 negara, program makan di sekolah selalu menyertakan susu. Jepang, Malaysia, China sudah melakukannya. Gizi seimbang tidak lengkap tanpa susu,” jelas Epi.
Ia menambahkan bahwa pendekatan ini selaras dengan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang kini mulai diarusutamakan dalam kebijakan gizi nasional.
Dengan MBG dan segelas susu di tangan, masa depan gizi anak Indonesia mulai bergerak ke arah yang lebih sehat dan adil—menuju generasi yang kuat, cerdas, dan tidak lapar lagi hanya karena mereka lahir dari keluarga kurang mampu.***