Agama dan “Obat Tidur” Kaum Tertindas: Kritik Tajam Tan Malaka

- Redaksi

Minggu, 12 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TAN Malaka bukan hanya seorang revolusioner, tetapi juga seorang pemikir yang skeptis terhadap cara kekuasaan bekerja.

Dalam magnum opusnya, Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika), ia mengungkap sebuah mekanisme yang kejam: penggunaan agama sebagai “obat tidur” massal bagi kaum miskin, yang secara efektif menjaga tatanan ketidakadilan ekonomi tetap utuh.

Kritik Tan Malaka tidak diarahkan pada esensi spiritual atau iman pribadi. Ia menyerang institusionalisasi dan penyalahgunaan ajaran oleh penguasa—baik itu kolonial, feodal, maupun kaum borjuis baru—untuk membenarkan eksploitasi mereka.

1. Janji di Akhirat, Kemiskinan di Dunia

Inti dari kritik ini terletak pada kompensasi spiritual yang ditawarkan. Rakyat miskin didorong untuk menerima penderitaan, kelaparan, dan ketidakadilan sebagai takdir yang harus dipikul di dunia fana.

Ajaran-ajaran tertentu diinterpretasikan untuk menanamkan kepasrahan dan kesabaran ekstrem.

Mengapa harus memberontak dan mengubah nasib? Toh, surga dan kebahagiaan abadi sudah menanti di akhirat sebagai balasan atas kesabaran di dunia.

Dengan mekanisme ini, Tan Malaka melihat agama disulap menjadi alat penenang (candu) yang sangat efektif: ia meredam hasrat untuk melawan, membunuh kesadaran kritis, dan melumpuhkan energi revolusioner rakyat.

2. Kekayaan adalah Hak Istimewa

Ironisnya, saat kaum miskin “ditenangkan” oleh janji-janji spiritual, segelintir elit kaya tetap leluasa menikmati kekayaan dan hasil kerja yang dieksploitasi dari rakyat jelata.

Sistem sosial dan politik—yang disokong oleh ideologi kepasrahan agama—secara otomatis melindungi konsentrasi kekayaan tersebut.

Penguasa dan kaum feodal tidak perlu khawatir akan pemberontakan skala besar karena rakyat telah diyakinkan bahwa penderitaan di dunia ini adalah jalan menuju keselamatan abadi.

Ini adalah simbiosis yang sinis: Kaum elit mendapatkan keuntungan materi di dunia, sementara rakyat mendapatkan janji kebahagiaan setelah mati.

3. Panggilan untuk Pembebasan Dunia Nyata

Bagi Tan Malaka, ini adalah pengkhianatan terhadap akal sehat dan prinsip keadilan. Ia menyerukan agar rakyat bangun dari tidur spiritual dan menyadari bahwa pembebasan sejati harus dilakukan di dunia nyata.

Melalui Madilog, ia mendorong penggunaan logika dan materialisme untuk menganalisis dan memperbaiki kondisi hidup saat ini.

Perjuangan bukan lagi sekadar menunggu janji di surga, tetapi memperjuangkan kesejahteraan, pendidikan, dan keadilan sosial di Bumi.

Kritik Tan Malaka ini tetap relevan hingga hari ini, terutama di tengah meningkatnya ketimpangan ekonomi.

Ia mengingatkan kita bahwa setiap ideologi—termasuk agama—berpotensi disalahgunakan oleh kekuasaan untuk mempertahankan status quo yang timpang, kecuali jika rakyat mempertahankan kesadaran kritis dan menuntut keadilan material, bukan hanya janji-janji spiritual.

Apakah kritik Tan Malaka mengenai penyalahgunaan agama untuk meredam ketidakpuasan sosial masih terasa relevan di tengah isu ketimpangan kekayaan global saat ini?***

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya
Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates
Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai
Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital
Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex
Ketersendirian Pahlawan dan Mandat untuk Menang: Filosofi Eksistensialisme dalam Perjuangan Pribadi
Ketangguhan Desa dan Sinergi Pentahelix Hadapi Krisis Iklim
Marsinah, Antara Pengakuan dan Penghapusan

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 11:59 WIB

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 November 2025 - 09:25 WIB

Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates

Jumat, 14 November 2025 - 08:02 WIB

Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai

Kamis, 13 November 2025 - 19:21 WIB

Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital

Kamis, 13 November 2025 - 15:25 WIB

Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex

Berita Terbaru

Humaniora

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 Nov 2025 - 11:59 WIB