Bandung, Mevin.ID — Di tengah krisis air yang makin terasa di banyak wilayah Jawa Barat, pemerintah justru menemukan fakta mencengangkan: lebih dari 2.000 titik sumur bor industri beroperasi tanpa izin, mengambil air tanah tanpa kendali.
Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar menunjukkan ada 7.000 titik pengeboran air tanah untuk kepentingan industri—mulai dari hotel, pabrik tekstil, hingga industri air minum dalam kemasan (AMDK). Namun hanya sekitar 5.000 titik yang tercatat memiliki izin.
Yang paling banyak mengebor air secara masif?
Wilayah-wilayah industri padat di Jabar bagian utara, seperti Bogor dan daerah sekitar kawasan pabrik.
Mengeruk Air, Konservasi Tertinggal
Kepala Dinas ESDM Jabar Bambang Tirtoyuliono menyebut kondisi ini menyulitkan pengawasan dan mengancam keseimbangan lingkungan.
Jika penyerapan air tanah lebih besar dari yang mampu dipulihkan alam, risiko penurunan muka tanah, kekeringan hingga likuifaksi bisa menghantui permukiman warga.
“Penggunaan air tanah harus seimbang dengan konservasinya,” kata Bambang dalam diskusi ilmiah di ITB, Selasa (4/11).
Deadline 2026: Urus Izin atau Ditindak
Pemprov Jabar memberikan waktu hingga Maret 2026 bagi industri yang belum mengantongi izin. Jika tetap membandel, penegakan hukum menanti.
“Jika tidak ditempuh perizinan, akan ada tindakan bersama aparat,” tegas Bambang.
Industri AMDK Paling Rakus Air Tanah
Dari titik sumur bor berizin:
- 400 titik dimiliki industri AMDK
- 130 perusahaan terlibat
Mereka diwajibkan menyalurkan 15% air yang diambil untuk warga sekitar — tetapi sejauh mana itu berjalan efektif, masih jadi pertanyaan publik.
Peringatan Keras bagi Masa Depan Jabar
Krisis air bukan lagi sebatas wacana.
Ketika ribuan pabrik mengambil air tanah tanpa kontrol, siapa yang akan kehilangan sumber hidup lebih dulu? Warga atau perusahaan?
Pertarungannya ada di kedalaman tanah — dan waktunya semakin menipis.***





















