Bekasi, Mevin.ID – Ketimpangan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, hingga peran ekonomi bagi perempuan di daerah menjadi tantangan nyata yang belum sepenuhnya terjawab. Menyikapi hal itu, DPRD Provinsi Jawa Barat menegaskan pentingnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan sebagai instrumen kebijakan untuk mempersempit kesenjangan tersebut.
Dalam momentum peringatan Hari Kartini 2025, Anggota DPRD Jabar Ahmad Faisyal Hermawan menegaskan bahwa pemda harus mulai memperkuat pendekatan berbasis kebijakan, bukan hanya program simbolik atau berbasis proyek sesaat.
“Kalau kita ingin perempuan mendapat ruang setara, maka pendekatannya harus struktural. Perda ini adalah alat pemerataan akses pembangunan,” ujar Faisyal, Senin (21/4).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketimpangan Masih Terjadi di Banyak Wilayah
Faisyal menyebut, hingga kini masih banyak wilayah di Jawa Barat—terutama daerah perdesaan—yang mengalami ketimpangan partisipasi perempuan dalam pembangunan. Akses terhadap pelatihan kerja, peluang usaha, atau layanan kesehatan reproduksi belum merata. Begitu juga dalam keterlibatan perempuan di ranah politik dan pengambilan keputusan lokal.
“Kita tidak bisa tutup mata. Perempuan di kota dan desa tidak dapat akses yang sama. Perda ini hadir untuk menjembatani itu,” tegasnya.
Perlu Sinergi hingga Tingkat RW dan RT
Implementasi Perda 2/2023, kata Faisyal, hanya bisa berjalan maksimal jika ada sinergi antara pemda, legislatif, dan elemen masyarakat sipil. Termasuk di antaranya adalah organisasi perempuan, tokoh agama, lembaga pendidikan, hingga perangkat desa.
“Kita ingin perda ini masuk ke rumah-rumah. Bahwa ibu rumah tangga, remaja putri, pelaku UMKM perempuan tahu hak dan peluang mereka dilindungi negara,” tambahnya.
Hari Kartini Bukan Seremoni, Tapi Evaluasi
Ia pun menegaskan bahwa Hari Kartini bukanlah seremoni tahunan yang cukup dirayakan dengan kebaya dan upacara. Hari ini harus menjadi cermin tahunan sejauh mana kesenjangan gender mulai diselesaikan, terutama oleh kebijakan daerah.
“Kalau di Hari Kartini kita hanya merayakan masa lalu tanpa memperjuangkan hak-hak perempuan hari ini, maka kita gagal melanjutkan semangat Kartini,” tutup Faisyal.***