Jakarta, Mevin.ID – Produk tekstil murah dari pasar gelap terus membanjiri pasar domestik, menimbulkan dampak nyata: pabrik-pabrik lokal menumpuk stok, produksi menurun, dan gelombang PHK tak terelakkan. Fenomena ini memperlihatkan celah besar dalam pengawasan impor ilegal yang tak kunjung ditambal.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyebutkan bahwa pemerintah sebenarnya telah lama mengetahui praktik masuknya barang ilegal melalui pasar gelap (black market). Bahkan satuan tugas khusus telah dibentuk, namun hasilnya belum terasa di lapangan.
“Barang-barang tekstil dari luar negeri menguasai pasar-pasar besar seperti Tanah Abang. Harganya jauh lebih murah, membuat produk dalam negeri tak terserap. Akibatnya, banyak perusahaan terpaksa menurunkan produksi, bahkan tutup, dan berujung pada PHK,” ujar Ristadi, Senin (9/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fenomena ini tidak hanya menggerus daya saing industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki, tapi juga menggambarkan ketimpangan struktural antara regulasi dan praktik di lapangan. Pasar yang seharusnya mendukung industri lokal justru kini menjadi kuburan bagi produk-produk buatan negeri sendiri.
Persaingan Tak Sehat dan Tekanan pada Industri Padat Karya
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menegaskan bahwa maraknya barang ilegal bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga ancaman serius terhadap struktur persaingan usaha yang sehat.
“Barang dari pasar gelap dijual di bawah harga wajar. Ini memberi tekanan besar, terutama bagi industri padat karya yang sedang dihantam lemahnya permintaan global dan daya beli domestik,” ujarnya.
Meski begitu, Apindo menyatakan dukungan terhadap langkah pemerintah dalam memberantas impor ilegal, termasuk pembentukan satuan tugas. Namun, efektivitasnya sangat ditentukan oleh independensi, koordinasi lintas sektor, serta komitmen politik untuk menindak tegas pelanggaran.
“Reformasi regulasi dan sistem pengawasan yang adil serta berpihak pada industri nasional adalah hal mutlak,” tambah Shinta.
Upaya Pemerintah: Antara Satgas dan Edukasi
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Perdagangan menyatakan telah melakukan berbagai langkah, mulai dari edukasi hingga pengawasan bersama Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN).
“Pengawasan dilakukan baik secara mandiri maupun bersama kementerian dan aparat teknis lain. Selain itu, kami juga bergabung dalam Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan Barang Impor Ilegal yang dipimpin Kemenko Polhukam,” jelas Sekjen Kemendag, Isy Karim.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa barang ilegal tetap lolos. Efektivitas koordinasi antar-lembaga menjadi sorotan, terutama ketika kepentingan nasional, seperti perlindungan terhadap UMKM dan pekerja lokal, dipertaruhkan.
Badai PHK Bisa Dicegah Jika Pengawasan Diperkuat
Masuknya barang ilegal secara masif bukan sekadar persoalan teknis bea cukai. Ini adalah persoalan politik industri: siapa yang dilindungi, siapa yang dibiarkan tenggelam?
Di tengah tantangan ekonomi global, menjaga keberlangsungan industri lokal bukan hanya soal menjaga lapangan kerja, tapi juga soal kedaulatan ekonomi.
Jika pembiaran ini berlanjut, bukan hanya pabrik yang mati pelan-pelan, tapi juga harapan para pekerja untuk bertahan hidup dengan layak.***