Benteng Diri yang Tak Tertembus: Harga Diri adalah Pilihan, Bukan Hadiah

- Redaksi

Sabtu, 18 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DI TENGAH hiruk pikuk dunia yang terus-menerus menguji, mengecilkan, dan meragukan, kutipan dari Eleanor Roosevelt datang sebagai sebuah manifesto pembebasan: “Harga diri seseorang sepenuhnya berada di tangan dirinya sendiri.”

Ini bukan sekadar nasihat motivasi yang klise; ini adalah deklarasi kedaulatan batin.

Roosevelt menegaskan bahwa benteng terakhir yang menjaga nilai dan martabat kita bukanlah pengakuan dari orang lain, melainkan izin yang kita berikan kepada diri sendiri.

Ilusi Kekuatan Eksternal

Kita terbiasa melihat diri kita sebagai korban dari ucapan orang lain. Kita merasa hancur karena kritik pedas, terpuruk karena penolakan, atau minder karena perbandingan.

Kita seolah-olah menyerahkan remote control emosi dan harga diri kita kepada orang-orang di sekitar—kepada atasan yang menuntut, teman yang menghakimi, atau media sosial yang sempurna.

Padahal, esensi dari pesan Roosevelt,  adalah bahwa perasaan rendah diri adalah sebuah persetujuan. Orang lain bisa melemparkan lumpur, tetapi kitalah yang memilih untuk mengoleskannya ke wajah kita.

Mereka bisa merendahkan, tetapi kekuatan untuk merasa rendah hanya muncul ketika kita sendiri yang memberikannya ruang.

Tragedi terbesar dari krisis harga diri bukanlah bahwa orang lain tidak menghargai kita, melainkan bahwa kita gagal menghargai diri kita sendiri bahkan ketika dunia tidak melakukannya.

Membangun Harga Diri dari Dalam

Harga diri sejati, menurut pesan ini, adalah sebuah konstruksi internal. Ia tidak dibangun dari pujian yang terkumpul, gelar akademik yang bergengsi, atau kekayaan materi.

Sebaliknya, ia dibangun melalui kesadaran dan penolakan yang tegas terhadap kekuatan luar yang mencoba mendefinisikan kita.

Pikirkan ini:

  • Menghargai diri berarti mengakui kelemahan tanpa membiarkannya mendominasi.
  • Menghargai diri berarti mengakui kesalahan tanpa menjadikannya vonis akhir atas karakter kita.
  • Menghargai diri berarti menolak membiarkan komentar, kritik, atau sikap orang lain menentukan nilai kita.

Ketika kita mencapai kemandirian batin ini, kita menjadi tahan banting. Kita tidak lagi menjadi boneka yang tergantung pada tali persetujuan publik. Kekuatan untuk merasa berharga benar-benar lahir dari dalam.

Jalan Pulang Menuju Kedaulatan Diri

Pada akhirnya, kutipan Eleanor Roosevelt adalah undangan untuk mengambil kembali kendali atas diri kita sendiri. Ini adalah seruan untuk berhenti mencari pengakuan eksternal dan mulai membangun Benteng Diri yang kokoh.

Untuk mempraktikkannya, kita perlu:

  • Mengidentifikasi Sumber Validasi: Sadari kapan Anda mencari pengakuan dari luar dan segera tarik kembali fokus itu ke dalam.
  • Mengubah Narasi Diri: Ganti suara kritis di kepala Anda dengan afirmasi dan penerimaan diri yang tulus.
  • Membuat Pilihan: Setiap kali ada upaya merendahkan, ingatlah: Saya memilih untuk tidak menerima penilaian ini. Nilai saya adalah milik saya.

Harga diri bukanlah hadiah yang diberikan, melainkan keputusan yang diambil setiap hari. Hanya dengan kesadaran ini, kita bisa menjadi master atas martabat kita sendiri, melepaskan diri dari belenggu penilaian orang lain, dan menemukan kedamaian yang tak tergoyahkan.

Sejauh mana kita saat ini telah mengambil kendali penuh atas harga diri kita, dan bukan memberikannya kepada orang lain?***

– Serial Filsafat –

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

COP 30 dan Desa: Antara Komitmen Global dan Realitas di Tapak
Jeritan yang Tak Didengar: Membaca Ulang Tragedi SMAN 72
Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya
Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates
Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai
Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital
Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex
Ketersendirian Pahlawan dan Mandat untuk Menang: Filosofi Eksistensialisme dalam Perjuangan Pribadi

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 15:50 WIB

COP 30 dan Desa: Antara Komitmen Global dan Realitas di Tapak

Jumat, 14 November 2025 - 15:36 WIB

Jeritan yang Tak Didengar: Membaca Ulang Tragedi SMAN 72

Jumat, 14 November 2025 - 11:59 WIB

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 November 2025 - 09:25 WIB

Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates

Jumat, 14 November 2025 - 08:02 WIB

Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai

Berita Terbaru

Kolom

Jeritan yang Tak Didengar: Membaca Ulang Tragedi SMAN 72

Jumat, 14 Nov 2025 - 15:36 WIB