Jakarta, Mevin.ID — Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia memasuki babak baru. Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang memberi angin segar bagi mereka yang berani bersuara: para justice collaborator atau saksi pelaku yang mau membongkar kejahatan dari dalam.
PP ini bukan sekadar dokumen hukum, tapi bisa jadi titik balik dalam budaya hukum Indonesia. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyebut aturan ini sebagai “pemacu keberanian” bagi siapa pun yang mengetahui atau terlibat dalam kasus pidana, khususnya korupsi, untuk membongkar kejahatan secara terang-terangan.
“Ini alat pemacu. Bagi siapa saja yang tahu dan bersedia bicara, sekarang ada jaminan. Tidak perlu takut lagi,” ujar Harli dalam keterangannya, Kamis (26/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun Harli menegaskan, bukan sembarang pelaku bisa mengklaim status justice collaborator. Mereka yang diduga sebagai otak utama atau pelaku utama kejahatan tetap tidak bisa menikmati keringanan.
“JC hanya diberikan kepada mereka yang bukan pelaku utama, tapi punya kontribusi signifikan dalam membuka jaringan pidana,” jelasnya.
Presiden Prabowo Subianto menandatangani PP ini pada 8 Mei 2025. Kebijakan ini membuka ruang bagi tersangka, terdakwa, hingga narapidana untuk bekerja sama dengan penegak hukum, dan sebagai imbalannya, mereka berpotensi mendapat penghargaan berupa pengurangan hukuman atau pembebasan bersyarat.
Langkah ini bukan tanpa risiko, namun bisa jadi menjadi secercah harapan bagi pengungkapan kasus besar yang selama ini tertahan karena budaya diam dan rasa takut.
Dalam negara di mana kejahatan kerap dilindungi oleh jaringan kekuasaan, keberanian untuk bicara sangatlah langka—dan kini mulai dihargai.***