Café Society: Tempat Inovatif dalam Sejarah Musik dan Politik

- Redaksi

Rabu, 2 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

CAFÉ SOCIETY adalah klub malam pertama di New York City yang terintegrasi secara rasial. Klub ini didirikan oleh Barney Josephson, seorang mantan penjual sepatu, dan dibuka pada tahun 1938 di Sheridan Square, Greenwich Village.

Dengan lingkungan yang dikenal liberal secara politik, lokasi ini menjadi tempat yang ideal bagi Josephson untuk mewujudkan visinya menciptakan klub progresif yang menentang diskriminasi rasial dan sosial.

Awal Berdirinya Café Society

Barney Josephson sering mengunjungi klub jazz ternama seperti Cotton Club pada tahun 1920-an dan 1930-an. Ia terinspirasi oleh musik yang luar biasa di sana, tetapi kecewa dengan segregasi yang membatasi penonton kulit hitam.

Atas saran saudaranya, ia meninggalkan bisnis sepatu di New Jersey dan pindah ke New York untuk membuka klub yang berbeda dari yang lain—sebuah tempat di mana semua orang, tanpa memandang ras, bisa menikmati musik dan budaya bersama.

Josephson mendirikan klubnya di ruang bawah tanah sebuah gedung di Sheridan Square, di mana harga sewa lebih terjangkau dan komunitasnya lebih menerima ide-ide progresif.

Café Society pun lahir, menjadi tempat yang tidak hanya menampilkan musik jazz kelas dunia, tetapi juga menjadi ruang bagi diskusi politik dan pergerakan sosial.

Panggung bagi Musisi dan Intelektual Ternama

Café Society menjadi rumah bagi banyak musisi jazz legendaris, termasuk Duke Ellington, Count Basie, Nat King Cole, John Coltrane, Miles Davis, Ella Fitzgerald, dan Lena Horne. Tak hanya itu, klub ini juga menarik perhatian para intelektual Afrika-Amerika berpengaruh seperti Langston Hughes, Paul Robeson, Richard Wright, dan Sterling Brown.

Salah satu momen paling bersejarah di Café Society adalah saat Billie Holiday pertama kali membawakan lagu “Strange Fruit” pada tahun 1939. Lagu ini, yang mengutuk praktik hukuman gantung rasial di Amerika, menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.

Keberanian Café Society dalam menampilkan lagu dengan pesan politik kuat menjadikannya lebih dari sekadar tempat hiburan—melainkan pusat bagi gerakan sosial.

Kemunduran dan Penutupan

Namun, pandangan politik kiri yang diusung Café Society menjadi bumerang bagi kelangsungan bisnisnya. Selama Perang Dunia II dan awal Perang Dingin, konservatisme mulai menguat di Amerika Serikat.

Klub ini mulai dicurigai memiliki hubungan dengan Partai Komunis, terutama karena keterlibatan saudara Barney, Leon Josephson, yang dikenal sebagai anggota Partai Komunis dan dikaitkan dengan operasi intelijen Soviet.

Pada tahun 1941, Direktur FBI J. Edgar Hoover membuka berkas tentang John Hammond, direktur musik Café Society.

Selanjutnya, FBI juga menyelidiki Barney Josephson dan mengumpulkan berkas hingga lebih dari 2.100 halaman. Tekanan politik ini berdampak buruk pada bisnisnya.

Berita tentang hubungan Leon Josephson dengan Partai Komunis semakin menyebar, membuat Café Society kehilangan banyak pelanggan. Pendapatan klub menurun drastis hingga 45%, menyebabkan kerugian besar. Akhirnya, pada tahun 1949, Barney Josephson memutuskan untuk menjual klubnya, menandai berakhirnya era Café Society.

Warisan yang Tak Terlupakan

Meskipun hanya beroperasi selama lebih dari satu dekade, Café Society meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah musik dan perjuangan sosial di Amerika. Klub ini tidak hanya menjadi tempat bagi musisi legendaris untuk tampil, tetapi juga berperan dalam melawan rasisme dan memperjuangkan kesetaraan.

Hingga kini, nama Café Society tetap dikenang sebagai simbol keberanian dalam menghadapi ketidakadilan—sebuah tempat di mana musik, politik, dan keberagaman bertemu dalam satu panggung yang sama.***

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

India Lampaui Negara Maju dalam Minat Baca, Indonesia Masih Tertinggal
Revisi UU Hak Cipta, Komposer Indonesia Tuntut Sistem Royalti yang Lebih Adil dan Digital
Falcon Pictures Garap Film Biografi Chairil Anwar, Ajak Publik Tebak Pemeran
Lisa Mariana dan Rekan Pria Jadi Tersangka Kasus Video Syur
Ariel Noah Resmi Perankan Dilan di Dua Film Terbaru Falcon Pictures
Pemerintah Ajukan Musik Dangdut Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Lisa Mariana Tersangka: Akhir Panjang Kasus Pencemaran Nama Baik Ridwan Kamil
Silenced (The Crucible) – Jeritan Senyap di Balik Tembok Sekolah

Berita Terkait

Kamis, 13 November 2025 - 05:38 WIB

India Lampaui Negara Maju dalam Minat Baca, Indonesia Masih Tertinggal

Rabu, 12 November 2025 - 15:48 WIB

Revisi UU Hak Cipta, Komposer Indonesia Tuntut Sistem Royalti yang Lebih Adil dan Digital

Senin, 10 November 2025 - 17:13 WIB

Falcon Pictures Garap Film Biografi Chairil Anwar, Ajak Publik Tebak Pemeran

Sabtu, 8 November 2025 - 19:46 WIB

Lisa Mariana dan Rekan Pria Jadi Tersangka Kasus Video Syur

Kamis, 6 November 2025 - 13:47 WIB

Ariel Noah Resmi Perankan Dilan di Dua Film Terbaru Falcon Pictures

Berita Terbaru

Yusril Ihza Mahendra

Berita

Yusril: Putusan MK Jadi Titik Balik Reformasi Kepolisian

Kamis, 13 Nov 2025 - 19:30 WIB

Daerah

Ketika Kota Kembang Tersedak Bau Sampah

Kamis, 13 Nov 2025 - 17:22 WIB