Cimahi, Mevin.ID – Di Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cimahi Selatan, udara siang itu terasa sedikit lebih hangat dari biasanya. Bukan hanya karena matahari Oktober yang menyengat, tapi juga karena percakapan serius antara warga dan wakil rakyat.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Acep Jamaludin, berdiri di tengah kerumunan dengan catatan kecil di tangannya. Ia datang bukan untuk memberi janji, melainkan untuk mendengar—langsung dari mereka yang merasakan denyut kebijakan di lapangan.
“Standar pelayanan dasar itu ukurannya sederhana: apakah bantuan pemerintah sudah tepat sasaran?” ucap Acep tegas, namun tak kehilangan nada empatinya. “Hari ini kita cek langsung di lapangan, keluhan utamanya masih seputar data.”
Bantuan sosial sejatinya adalah jaring pengaman, tapi jaring itu seringkali robek di titik yang paling rapuh: akurasi data. Menurut Acep, banyak keluhan masyarakat yang datang dari program penting seperti Program Indonesia Pintar, Bantuan Rumah Tidak Layak Huni, dan BPJS Kesehatan (PBI). Ada warga yang memenuhi syarat tapi tak tercatat, ada pula yang sudah tak layak tapi masih terdaftar.
“Data penerima manfaat harus terus divalidasi dan diverifikasi. Jangan sampai hak warga hilang hanya karena kelalaian administrasi,” tegasnya lagi.
Kunjungan itu bukan sekadar seremoni pengawasan. Di balik setiap nama yang tak masuk daftar, ada dapur yang lebih cepat kosong. Di balik setiap data yang salah, ada anak sekolah yang mungkin harus menunda mimpi.
DPRD, kata Acep, tak hanya punya peran mengetuk palu anggaran, tapi juga mengawal agar setiap rupiah benar-benar kembali kepada rakyat. Temuan lapangan dari Cimahi akan menjadi catatan penting untuk mendorong perbaikan tata kelola bantuan sosial di masa depan.
“Kami tak boleh hanya melihat angka,” tutupnya pelan namun mantap. “Kami harus mendengar cerita di balik angka itu.”





















