Bandung, Mevin.ID — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali membuat gebrakan simbolik dalam dunia birokrasi. Kali ini, langkahnya menyentuh ranah pelayanan kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan yang selama ini dikenal luas masyarakat, resmi berganti nama menjadi RSUD Welas Asih.
Alasannya? Lebih dekat dengan hati warga Sunda.
“Orang Sunda itu welas asih. Jadi kata itu lebih membumi dan mudah dimaknai oleh masyarakat,” ujar Dedi di Bandung, Rabu (2/7/2025).
“Al-Ihsan menyimpan memori panjang. Biarlah memori itu kita letakkan, dan kita bangun identitas baru dengan nama yang lebih membumi,” lanjutnya, tanpa menyebut detail soal ‘memori panjang’ yang ia maksud.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak Libatkan DPRD, Cukup dengan SK Gubernur
Keputusan penggantian nama ini dilakukan melalui Surat Keputusan Gubernur, tanpa konsultasi dengan DPRD Jawa Barat. Dedi menyatakan bahwa penamaan fasilitas publik tidak berdampak pada anggaran, sehingga tak perlu melewati proses legislatif.
“Kalau hanya soal nama, tidak memengaruhi biaya. Jadi cukup SK saja. Nama enggak ada kaitannya dengan APBD,” katanya.
Target Layanan Setara RS Hasan Sadikin dalam 2 Tahun
Namun perubahan nama ini bukan sekadar kosmetik. Dedi juga menargetkan peningkatan mutu layanan RSUD Welas Asih agar setara dengan RSUP Hasan Sadikin yang merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Jawa Barat.
“Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan. Dalam dua tahun ke depan, RSUD Welas Asih harus bisa sejajar dengan Hasan Sadikin,” tegasnya.
Transformasi Identitas: Dari Yayasan ke BLUD
Sebagai catatan sejarah, RSUD Al-Ihsan pertama kali dibangun oleh Yayasan Al-Ihsan, dengan peletakan batu pertama pada 11 Maret 1993. Rumah sakit ini resmi beroperasi pada 12 November 1995 dan kemudian menjadi milik Pemprov Jabar sejak 2004, serta berstatus sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mulai 2009.
RSUD ini selama bertahun-tahun dikenal sebagai rumah sakit yang memberi pelayanan untuk masyarakat menengah ke bawah, termasuk kegiatan sosial seperti pengobatan gratis, khitan massal, hingga pelayanan bagi pasien tidak mampu.
Welas Asih: Nama Baru, Harapan Baru?
Pergantian nama ini bisa jadi kontroversial bagi sebagian pihak, terutama mereka yang masih menyimpan kedekatan emosional atau historis dengan nama “Al-Ihsan”. Namun di balik itu, Dedi mencoba mengusung semangat baru: kebijakan yang lebih membumi, pelayanan yang lebih manusiawi, dan identitas yang lebih kontekstual dengan kearifan lokal.
“Kita mulai dari nama. Tapi tujuannya bukan ganti papan nama. Kita mau ganti cara pikir. Bahwa rumah sakit ini milik rakyat, dan harus mencerminkan nilai-nilai welas asih — kasih sayang, empati, dan kehadiran,” ungkap Dedi.
Apakah perubahan nama ini akan membawa transformasi substansial pada layanan kesehatan masyarakat? Atau hanya simbol tanpa dampak nyata?
Masyarakat akan menilai dari tindakan, bukan sekadar nama.***