Majalengka, Mevin.ID – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti praktik tidak adil yang dilakukan banyak perusahaan besar: bangun pabrik di Jabar, tapi kantor pusatnya malah di Jakarta. Akibatnya, pajak penghasilan (PPh 21) yang harusnya masuk kas daerah Jabar malah ‘terbang’ ke ibu kota.
Hal ini diungkapkan Dedi dalam detikcom Regional Summit 2025. Ia menegaskan, jika perusahaan memanfaatkan sumber daya dan tenaga kerja dari Jawa Barat, sudah seharusnya pusat administrasi dan pelaporan pajaknya juga ada di provinsi ini.
“Jakarta punya kantor cuma 30×40 meter, tapi bisa hasilkan miliaran dari PPh 21 yang seharusnya milik Jawa Barat. Karena kantor pusatnya di sana, ya pajaknya masuk ke Jakarta,” ujar Dedi dengan nada serius.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Warga Desa Cuma Dapat Debu, Pajaknya ke Jakarta
Dedi juga menyoroti ketimpangan pembangunan di sekitar kawasan industri. Menurutnya, infrastruktur desa sekitar pabrik sering kali tak tersentuh pembangunan, padahal aktivitas industri berlangsung setiap hari.
“Ada pelabuhan megah, ada bandara internasional, tapi sebelahnya jalan desa masih setapak. Masyarakat kampung malah kirim proposal Agustusan ke pabrik karena tidak merasa dapat manfaat,” kata Dedi.
Masalah utamanya, lanjutnya, desa tidak merasakan dampak langsung dari pajak yang dibayar perusahaan. Padahal, jika kantor pusat berada di Jabar, dana dari pajak tersebut bisa digunakan membangun fasilitas umum, infrastruktur, dan pendidikan masyarakat sekitar.
Jabar Jangan Hanya Jadi ‘Korban Residu Industri’
Dedi menegaskan, Jawa Barat selama ini hanya menanggung residu industri seperti polusi, kemacetan, dan kebutuhan lahan—namun tak ikut menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi yang diciptakan.
“Jangan sampai satu daerah menanggung penderitaan, tapi daerah lain menikmati hasilnya. Ini harus dibenahi segera,” tegasnya.
Dorongan untuk Revolusi Investasi di Daerah
Ia mendorong agar ke depan, seluruh perusahaan yang memiliki fasilitas produksi di Jawa Barat juga mendirikan kantor pusat dan administrasi di wilayah yang sama.
Selain menambah pendapatan asli daerah (PAD), hal ini juga mempercepat pemerataan pembangunan ekonomi.
Langkah ini dianggap penting agar iklim investasi di Indonesia menjadi lebih adil dan berkelanjutan.***