Bandung, Mevin.ID — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuktikan tudingan bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat sebesar Rp 4,17 triliun mengendap di bank dalam bentuk deposito.
Dalam keterangannya, Senin (20/10/2025), Dedi menegaskan tidak ada dana milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disimpan dalam bentuk deposito sebagaimana disebutkan oleh Kementerian Keuangan.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” ujar Dedi.
Pernyataan itu menanggapi laporan Kementerian Keuangan yang mencatat total dana pemerintah daerah (pemda) di bank mencapai Rp 234 triliun hingga September 2025. Jawa Barat disebut menjadi salah satu dari 15 daerah dengan nominal terbesar.
Soal Persepsi dan Transparansi
Dedi menilai tudingan pemerintah pusat terhadap daerah bisa menimbulkan persepsi negatif, seolah-olah semua pemda tidak mampu membelanjakan anggaran secara optimal.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa mengelola keuangan dengan baik, dan ada yang belum. Jangan semua disamaratakan,” katanya.
Ia juga menilai perlu ada keterbukaan dari Kementerian Keuangan agar publik mendapat gambaran yang adil.
“Umumkan saja daerah mana yang benar-benar menaruh uangnya di bank, agar tidak muncul opini keliru terhadap daerah lain yang sudah bekerja dengan baik,” tambahnya.
Akar Masalah: Dana Nganggur, Proyek Tertunda
Pemerintah pusat sebelumnya menyoroti lambatnya penyerapan APBD yang menyebabkan dana besar mengendap di bank. Menkeu Purbaya menyebut kondisi itu membuat uang “tidur”, padahal seharusnya bisa menggerakkan perekonomian daerah.
Ia mengingatkan agar kepala daerah tidak hanya menyimpan kas di bank pusat di Jakarta, tetapi memanfaatkannya untuk belanja produktif di wilayah masing-masing.
“Dananya sudah ada, segera gunakan untuk pembangunan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat,” ujar Purbaya.
Dedi Mulyadi: Jangan Asal Tuduh
Menanggapi hal itu, Dedi menilai bahwa setiap daerah memiliki dinamika fiskal yang berbeda. Beberapa daerah mungkin masih memiliki saldo tinggi karena proses administrasi proyek yang belum selesai, bukan karena kesengajaan menahan belanja.
“Kalau pun ada daerah yang menaruh dana di deposito, buka saja siapa. Jangan semua ikut kena dampaknya. Ini soal keadilan informasi,” ujarnya.
Dedi menegaskan bahwa Jawa Barat justru terus mempercepat realisasi belanja publik agar manfaat APBD segera dirasakan masyarakat.
Uang Besar yang Belum Bergerak
Data Kementerian Keuangan menunjukkan 15 daerah dengan dana terbesar di perbankan, antara lain DKI Jakarta (Rp 14,6 triliun), Jawa Timur (Rp 6,8 triliun), Kalimantan Utara (Rp 4,7 triliun), dan Jawa Barat (Rp 4,1 triliun).
Dana yang mengendap di perbankan ini sering kali menjadi polemik tahunan antara pusat dan daerah. Di satu sisi, pemerintah pusat ingin percepatan belanja agar ekonomi daerah berputar. Di sisi lain, pemda menilai tudingan tersebut kerap tak memperhitungkan kendala teknis di lapangan.
Isu dana “parkir” di bank memperlihatkan tarik-menarik antara tuntutan efisiensi pusat dan realitas birokrasi di daerah.
Pernyataan Dedi Mulyadi bukan sekadar bantahan, melainkan cermin dari kebutuhan akan transparansi fiskal dua arah — agar uang publik tak sekadar menjadi angka di rekening, tetapi benar-benar mengalir menjadi manfaat di lapangan.***




















