Jakarta, Mevin.ID – Pernah dengar cerita pasien ditolak rumah sakit lalu meninggal dunia? Bukan urban legend. Kasus itu nyata dan marak terjadi, terutama menimpa pasien peserta BPJS Kesehatan.
Ombudsman Republik Indonesia pun angkat suara lantang: ini bukan cuma kelalaian, tapi bentuk nyata malaadministrasi layanan kesehatan.
Robert Na Endi Jaweng, anggota Ombudsman RI, menyebut penolakan pasien yang masih membutuhkan pertolongan medis — apalagi dalam kondisi darurat — adalah pelanggaran serius. “Fasilitas kesehatan jelas melanggar regulasi jika menolak pasien dalam kondisi gawat darurat. Itu tertulis di Pasal 174 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan yang baru,” tegasnya, Senin (16/6), di Jakarta.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan ini menyusul serangkaian kasus pilu, mulai dari pasien gawat darurat yang ditolak masuk IGD, hingga pasien yang dipulangkan paksa sebelum sembuh. Robert menyebut, ini bukan sekadar insiden, tapi “puncak gunung es” dari persoalan mendasar dalam sistem jaminan kesehatan nasional kita.
“Sudah ada yang meninggal dunia. Ini bukan soal prosedur lagi, ini soal nyawa manusia,” ucapnya.
Empat Solusi untuk Selamatkan Layanan Kesehatan
Ombudsman pun memberikan empat langkah konkret yang harus segera dijalankan:
- Tegakkan Hukum, Jangan Pilih Kasih.
Pemerintah pusat dan daerah harus menjatuhkan sanksi tegas terhadap rumah sakit yang menolak pasien. Berdasarkan Permenkes No. 47 Tahun 2018, rumah sakit tidak dibenarkan memulangkan pasien secara prematur. Bahkan pasien “triase hijau” pun harus dipastikan benar-benar tidak butuh perawatan sebelum boleh dipulangkan. - BPJS Harus Tegas & Edukatif.
Banyak rumah sakit berdalih “layanan ini tak ditanggung BPJS.” Padahal menurut Perpres No. 82 Tahun 2018, semua kasus gawat darurat dijamin oleh BPJS. “Rumah sakit tak bisa seenaknya main klaim ‘tidak ditanggung’. Itu alasan klasik,” tegas Robert. - SDM Kesehatan Harus Diawasi.
Pemerintah daerah perlu mengawasi dan mengevaluasi SDM Kesehatan secara berkala. “Dokter dan tenaga medis harus punya orientasi: keselamatan manusia nomor satu. Audit, sidak, dan monitoring harus jadi rutinitas, bukan formalitas,” lanjutnya. - Akreditasi Harus Jujur.
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) juga diminta untuk tak lagi memberi label bintang bagi rumah sakit yang berkali-kali menolak pasien. Akreditasi harus mencerminkan kenyataan, bukan pencitraan. “Tanpa perbaikan nyata, jangan mimpi naik akreditasi,” tegas Robert.
Jangan Diam, Laporkan Jika Rumah Sakit Menolakmu
Salah satu contoh nyata terjadi di Padang, Sumatera Barat. Seorang pasien ditolak, tak lama kemudian meninggal dunia. “Itu bukti kegagalan sistem. Dan yang seperti itu, jangan sampai jadi berita rutin,” ujar Robert.
Ombudsman mengajak masyarakat untuk berani melapor. Jika menemukan kasus penolakan atau pemulangan paksa pasien, masyarakat bisa menyampaikan aduan ke kanal resmi Ombudsman di seluruh provinsi.
“Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” pungkasnya.***