Bekasi, Mevin.ID – Forum Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Koordinator Daerah Kabupaten Bekasi mengungkap dugaan praktik pemaksaan keanggotaan organisasi profesi serta pungutan liar (pungli) terhadap para Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi.
Ketua FPHI Kabupaten Bekasi, M. Unin Saputra, menyampaikan bahwa sejak Jumat (13/6/2025), sejumlah pegawai PPPK mengeluhkan tekanan untuk bergabung dengan organisasi PGRI. Ironisnya, formulir keanggotaan tidak hanya disodorkan kepada guru, tetapi juga kepada tenaga kependidikan non-guru.
“Ini seolah mengejar target karena ada potensi uang yang menggiurkan. Bahkan ada tenaga kependidikan yang sudah langsung dipotong gajinya tanpa tahu untuk apa,” kata Unin dalam keterangannya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih jauh, ia menuding Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi turut terlibat dalam pemotongan sepihak, yang seharusnya bersifat sukarela sesuai amanat Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menjamin hak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
“Apa yang terjadi ini melanggar prinsip dasar demokrasi dan hak konstitusional setiap individu,” tegasnya.
Pungli Sertifikasi dan TPP Juga Terjadi
Selain dugaan pemaksaan keanggotaan, FPHI juga menyoroti praktik pungutan liar yang membebani PPPK baru, terutama saat pencairan sertifikasi guru dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Berdasarkan temuan FPHI, pungli terjadi di 23 kecamatan pada jenjang sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Bekasi. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp150.000 hingga Rp250.000 per tiga bulan, seiring pencairan dana sertifikasi.
“Lebih miris lagi, potongan juga terjadi pada dana Jastek (Jasa Tenaga Kerja) yang seharusnya diterima utuh oleh tenaga pendidik dan kependidikan, dengan nominal sekitar Rp10.000 per bulan per orang,” papar Unin.
Pungutan serupa juga menyasar penerima TPP, dengan besaran berkisar Rp10.000 hingga Rp50.000 per bulan.
Desakan untuk Pemerintah Bertindak
FPHI mendesak Pemerintah Kabupaten Bekasi, khususnya Dinas Pendidikan, untuk segera menghentikan praktik-praktik tidak transparan ini. Mereka juga meminta aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki indikasi penyalahgunaan wewenang dan potensi praktik bersindikat.
“Kalau praktik ini dibiarkan, maka yang terjadi adalah normalisasi pemalakan berkedok administrasi. Ini harus dihentikan sebelum jadi budaya,” tutup Unin.***
Penulis : Fathur Rachman
Editor : Pratigto