Jakarta, Mevin.ID – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh sebelum mencabut moratorium pengiriman 600.000 Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dengan klaim gaji Rp6,5 juta.
Kebijakan ini dinilai berisiko mengulang tragedi pelanggaran hak PMI jika tidak didukung sistem perlindungan yang matang.
Peringatan Keras dari DPR
Netty menegaskan tiga masalah krusial yang belum tuntas:
- Belum ada evaluasi Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sebagai mekanisme perlindungan utama.
- Tidak adanya koordinasi resmi antara DPR dan BP2MI terkait mitigasi risiko pencabutan moratorium.
- Catatan kelam pelanggaran hak PMI di Arab Saudi yang belum diselesaikan, termasuk:
- Kekerasan fisik/psikologis dan pemerkosaan.
- Pemindahan majikan sepihak.
- Beban kerja tak manusiawi (melayani 2-3 keluarga).
- Gaji tertahan dan kehamilan korban kekerasan seksual.
“Jangan buru-buru buka keran PMI hanya karena iming-iming gaji Rp6,5 juta. Keselamatan pekerja harus jadi prioritas,” tegas Netty.
Tuntutan Konkrit untuk Pemerintah
Legislator Fraksi Demokrat ini mendesak:
✔ Perjanjian bilateral yang mengikat dengan sanksi tegas bagi pelanggar di Arab Saudi.
✔ Sistem pengawasan real-time oleh KBRI dan BP2MI.
✔ Mekanisme pengaduan darurat 24 jam untuk PMI.
✔ Audit menyeluruh terhadap SPSK sebelum implementasi.
“Jika sistem belum siap, moratorium harus tetap berlaku. Jangan ulangi kesalahan masa lalu yang menjadikan PMI sebagai komoditas,” tegasnya.
Data yang Mengkhawatirkan
Netty mengungkapkan fakta lapangan yang diabaikan:
- 70% kasus kekerasan PMI (2011-2015) terjadi di sektor domestik Arab Saudi.
- Rata-rata gaji tertahan mencapai 6-12 bulan sebelum moratorium 2015.
- Minimnya hukuman bagi majikan pelaku kekerasan.
“Klaim gaji tinggi tak ada artinya jika pekerja tak bisa menikmatinya karena dipenjara, disiksa, atau dipulangkan paksa tanpa upah,” imbuhnya.
Langkah Strategis yang Diusulkan
Netty mendorong:
- Pembentukan tim gabungan (DPR, BP2MI, Kemnaker) untuk audit kesiapan perlindungan PMI.
- Sosialisasi risiko ke calon PMI dan keluarga.
- Pelibatan organisasi buruh migran dalam penyusunan kebijakan.
“Kami akan pantau ketat proses ini. Jangan sampai 600.000 PMI jadi korban baru,” pungkasnya.***





















