Dunia Digital di Tangan Sendiri: Bagaimana China Membangun Ekosistem Media Superpower

- Redaksi

Rabu, 7 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Layar raksasa dipasang di ruang pertemuan Radio dan Stasiun Televisi Yuncheng di Provinsi Shanxi saat kunjungan ke kantor tersebut Sabtu, 26 April 2025. ANTARA FOTO/Agus Setiawan  (1)

Layar raksasa dipasang di ruang pertemuan Radio dan Stasiun Televisi Yuncheng di Provinsi Shanxi saat kunjungan ke kantor tersebut Sabtu, 26 April 2025. ANTARA FOTO/Agus Setiawan (1)

KETIKA media di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, mengalami turbulensi akibat dominasi platform global dan efisiensi anggaran pemerintah, media arus utama di China justru menunjukkan kekuatan dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru.

Platform milik perusahaan teknologi besar seperti Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp, Messenger, Meta Business Suite), Google, YouTube, hingga X (dulu Twitter), kini menguasai pasar periklanan digital di Indonesia dan banyak negara lainnya. Namun di China, platform-platform tersebut tidak dapat diakses baik melalui koneksi Wi-Fi maupun kabel LAN hotel.

Masyarakat China menggunakan platform lokal seperti WeChat untuk komunikasi dan pembayaran (melalui WeChat Pay), serta Alipay dari Alibaba. Untuk media sosial, mereka mengandalkan Weibo dan Douyin—versi lokal TikTok yang dikembangkan oleh ByteDance.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kebijakan digital China tampak sangat berbeda dari model liberalisme pasar terbuka. Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, negara tetap memegang kendali penuh atas infrastruktur digital, termasuk media massa. Tayangan televisi internasional dari AS seperti CNN, HBO, atau Disney Channel sulit ditemukan di hotel-hotel; yang tersedia adalah CCTV (China Central Television) dan CGTN, stasiun berita internasional milik pemerintah.

Dengan kedaulatan digital, China memiliki kendali penuh atas data, keamanan siber, dan agenda informasi yang disampaikan ke publik. Ini menjadi aset penting di tengah perang dagang dan ketegangan geopolitik global.

Transformasi ini juga tampak jelas di tingkat lokal. Di Kota Yuncheng, Provinsi Shanxi, industri medianya tidak kalah modern dibanding kota-kota besar. Kantor Stasiun Radio dan Televisi Yuncheng menampilkan halaman surat kabar dalam layar sentuh videotron, dan integrasi penuh antara media cetak, radio, televisi, serta platform digital seperti WeChat, Weibo, dan TikTok.

Editor di Yuncheng menggabungkan kecerdasan buatan (AI), video berbasis CGI, dan data instan dari audiens untuk menyusun berita. Jurnalis memiliki akses ke arsip digital lengkap sejak 1971. Platform ini mengelola lebih dari 30 akun media sosial dengan lima juta pengikut. Mereka juga menggunakan AI untuk penyiaran radio, produksi video pendek, dan pelaporan investigatif.

Shi Huimin, Direktur Pusat Live Streaming di sana, menegaskan bahwa mereka mengandalkan “pemberdayaan teknologi dan integrasi sumber daya” sebagai dua pilar utama transformasi media. Inovasi termasuk penggunaan video AI bertema sejarah dan budaya, serta siaran langsung untuk memperkuat posisi media arus utama di ekosistem digital.

Di Beijing, Kantor Berita Xinhua menampilkan layar raksasa sepanjang 30 meter di ruang redaksi yang dikelola sepenuhnya oleh sistem berbasis AI. Sistem ini menyusun naskah, memilih visual, membuat narasi, hingga menampilkan pembawa acara virtual yang menyerupai manusia sungguhan. Teknologi ini dikembangkan bersama perusahaan mesin pencari Sogou.

China Daily dan CGTN bahkan telah memperkenalkan karyawan digital dan membuat konten visual berbasis NFT yang menggabungkan elemen budaya dan kecerdasan buatan. Mereka memproduksi ratusan video pendek berkualitas tinggi seputar budaya, seni, dan warisan Tiongkok.

Untuk menyambut era video, China rutin menyelenggarakan kontes video pendek. Di Akademi Film Beijing, ajang “Beijing – A Global City” Short Video Contest terbuka bagi warga lokal dan asing. Platform pengiriman karyanya pun memakai Douyin, WeChat, dan Kuaishou—seluruhnya buatan lokal.

Beijing Film Academy, satu-satunya akademi film di Tiongkok dan terbesar di Asia, telah melahirkan nama-nama besar seperti Zhang Yimou dan Chen Kaige. Lembaga ini menjadi pusat pengembangan talenta untuk industri film dan video digital masa depan.

Transformasi media di China menunjukkan bahwa kedaulatan digital bukan sekadar menutup akses platform asing, tetapi membangun ekosistem media nasional yang kuat dan mandiri, dengan teknologi sebagai tulang punggung. Di tengah dominasi algoritma global, China menawarkan model alternatif: kontrol penuh atas narasi, data, dan masa depan medianya.***

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Ancaman Siber Semakin Canggih: Ketika AI Digunakan untuk Menyerang, Bukan Melindungi
Jinshi: ‘Cawan Suci’ Mobil Listrik dari China yang Bisa Guncang Dunia, atau Sekadar Ilusi?
AI Video Meledak, Bing Masuk Arena: Keren, Tapi Waspada!
Ironi AI di Microsoft: Karyawan Ajari Mesin, Lalu Digeser oleh Mesin
Bill Gates: “Manusia Tak Lagi Dibutuhkan untuk Banyak Hal” – Apakah Kita Siap Hadapi Era AI?
TikTok Shop PHK Ratusan Karyawan di Indonesia Usai Merger dengan Tokopedia
Nissan Bantah Isu Tutup Pabrik: “Itu Spekulatif!”
Penjualan iPhone 16 Lesu, Apple “Bakar Harga” di China Demi Saingi Xiaomi dan Huawei

Berita Terkait

Rabu, 11 Juni 2025 - 21:19 WIB

Ancaman Siber Semakin Canggih: Ketika AI Digunakan untuk Menyerang, Bukan Melindungi

Selasa, 10 Juni 2025 - 16:38 WIB

Jinshi: ‘Cawan Suci’ Mobil Listrik dari China yang Bisa Guncang Dunia, atau Sekadar Ilusi?

Sabtu, 7 Juni 2025 - 10:15 WIB

AI Video Meledak, Bing Masuk Arena: Keren, Tapi Waspada!

Rabu, 4 Juni 2025 - 22:26 WIB

Ironi AI di Microsoft: Karyawan Ajari Mesin, Lalu Digeser oleh Mesin

Rabu, 4 Juni 2025 - 22:14 WIB

Bill Gates: “Manusia Tak Lagi Dibutuhkan untuk Banyak Hal” – Apakah Kita Siap Hadapi Era AI?

Berita Terbaru