Jakarta, Mevin.ID – Tambang nikel kembali menjadi sorotan nasional. Kali ini, perhatian tertuju ke Raja Ampat, kawasan konservasi kelas dunia yang mulai terancam akibat aktivitas tambang ilegal. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri memastikan tengah menyelidiki aktivitas empat perusahaan tambang yang izin usahanya telah dicabut pemerintah.
Empat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining. Keempatnya diduga tetap beroperasi meski Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah dicabut, serta meninggalkan kerusakan pada kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
“Kita masih dalam tahap penyelidikan. Tentu saja akan ditindaklanjuti,” tegas Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, dalam keterangan pers, Rabu (11/6/2025). Ia menegaskan, penyidik akan mengacu pada Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam proses hukum ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Brigjen Nunung juga menyoroti tanggung jawab perusahaan tambang dalam hal reklamasi pasca-penambangan. “Kerusakan lingkungan pasti ada, tapi sudah ada aturannya. Ada kewajiban pengusaha untuk memberikan jaminan reklamasi. Itu yang akan kami cek,” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya telah mencabut IUP keempat perusahaan tersebut karena pelanggaran administratif, serta dugaan pengabaian kewajiban lingkungan. Namun, laporan dari warga dan organisasi lingkungan menunjukkan bahwa kegiatan tambang masih berlangsung secara diam-diam, meninggalkan jejak kerusakan di ekosistem pesisir Raja Ampat.
Langkah Bareskrim ini dinilai menjadi sinyal kuat bahwa aparat penegak hukum mulai serius menindak praktik pertambangan yang merusak lingkungan, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi seperti Papua Barat Daya.
Penyelidikan ini pun diharapkan menjadi pintu masuk untuk penegakan hukum yang lebih luas terhadap perusahaan tambang yang tidak menjalankan prinsip keberlanjutan, serta memastikan bahwa wilayah-wilayah konservasi tidak dikorbankan demi kepentingan korporasi.***