Jakarta, Mevin.ID – Pengamat militer Timur Tengah, Faisal Assegaf, menyebut Iran telah meraih kemenangan dalam konflik terbaru melawan Israel, meskipun perang baru memasuki hari kedua.
Pernyataan itu disampaikan dalam program Kabar Utama di TV One, menanggapi eskalasi panas antara dua negara yang selama ini saling bersitegang.
“Iran ini negara yang sudah dijatuhi sanksi oleh Amerika sejak 1979 — baik sanksi ekonomi, politik, maupun militer. Mereka terbiasa menghadapi tekanan global dan terpaksa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pertahanan nasionalnya,” ujar Faisal.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Faisal, keberhasilan Iran dalam memproduksi senjata, termasuk rudal kendali, drone, dan sistem pertahanan buatan dalam negeri, menjadi bukti kekuatan yang mengejutkan dunia. “Serangan balasan Iran berhasil menghantam fasilitas penting Israel, termasuk Haifa dan sejumlah instalasi militer. Meskipun banyak yang disensor, kerusakan itu nyata dan signifikan,” tambahnya.
Faisal juga menekankan perbedaan mencolok dalam dukungan internasional terhadap dua negara yang berkonflik. “Iran berperang sendirian, sementara Israel dalam waktu dua hari sudah meminta bantuan Amerika,” katanya. Ia mengungkap bahwa sebelum melakukan serangan pada 13 Juni lalu, Amerika Serikat telah lebih dulu mengirimkan 300 rudal Hellfire RX-9 ke Israel — jenis rudal presisi tinggi yang biasanya digunakan untuk menarget tokoh-tokoh penting.
“Inilah ironi yang menunjukkan kemenangan Iran. Mereka bisa memberikan balasan setimpal meski dalam kondisi terkepung sanksi, dan mereka melakukannya tanpa dukungan eksternal,” katanya lagi.
Faisal bahkan menyandingkan kondisi ini dengan perjuangan Hamas dalam konflik Gaza, yang menurutnya juga “sudah menang” karena bertahan meski menghadapi koalisi kekuatan militer Israel, Amerika, dan Eropa. Ia juga menyoroti sikap Amerika Serikat yang dianggapnya standar ganda.
“Amerika membolehkan sekutunya punya senjata nuklir, tapi melarang negara lain. Ini bentuk ketidakadilan global. Amerika juga terus memberi dukungan militer, politik, dan ekonomi ke Israel, bahkan saat dunia internasional menyerukan penghentian kekerasan,” tegasnya.
Ia mengkritik keras seruan dunia internasional yang meminta kedua belah pihak meredakan ketegangan. “Itu seruan klise. Ketika fasilitas vital sudah hancur, pemimpin militer tewas, situasi sudah terlalu jauh untuk dihentikan hanya dengan imbauan damai,” kata Faisal menutup pernyataannya.
“Kalau istilahnya sekarang, Iran dan Israel sudah ‘basah’, sudah tanggung. Sulit dihentikan,” pungkasnya.***