“Air berkumpul dengan air, minyak berkumpul dengan minyak, setiap orang berkumpul dengan tipe dan karakternya sendiri.”
— TAN MALAKA
HIDUP ini, pada dasarnya, adalah tentang frekuensi dan kesesuaian. Kita tidak bisa memaksa diri untuk cocok dengan semua orang, sebagaimana air tidak bisa menyatu dengan minyak.
Ini adalah sebuah hukum alam—sebuah kebenaran fundamental—yang dengan lugas diungkapkan oleh pemikir revolusioner Tan Malaka, yang bukan hanya mengulas politik, tetapi juga esensi terdalam dari interaksi manusia.
Daya Tarik Alami: Hukum Keselarasan Karakter
Dalam perjalanan hidup, kita akan menemukan bahwa setiap orang secara alami tertarik pada lingkungan dan manusia yang sejalan dengan nilai, pola pikir, serta energi yang mereka pancarkan.
Persahabatan, cinta, bahkan kerja sama profesional tidak terbentuk dari kebetulan, melainkan dari kesamaan karakter dan arah hidup.
Inilah alasan mengapa, tanpa sadar, kita cenderung mendekat kepada mereka yang membuat kita merasa “pulang”—bukan ke sebuah tempat, melainkan ke sebuah rasa. Rasa aman, rasa dimengerti, dan rasa dimiliki.
Logika Tan Malaka mengajarkan kita bahwa energi yang sama akan saling memanggil. Kita adalah apa yang kita pancarkan, dan getaran yang kita lepaskan akan menjadi magnet bagi orang-orang dengan getaran serupa.
Kejujuran Autentik: Harga Sebuah Penyesuaian Diri
Pentingnya kejujuran pada diri sendiri kini menjadi semakin genting. Sering kali, seseorang berusaha keras untuk diterima oleh lingkungan yang tidak sejiwa dengannya.
Ia berkompromi dengan nilai-nilai pribadi hanya agar tampak serupa dengan “kelompok yang populer” atau “jaringan yang menguntungkan.”
Namun, pada akhirnya, ketidakselarasan itu akan memunculkan kelelahan batin yang akut.
Hidup yang autentik menuntut keberanian untuk berkata: “Ini diriku, dengan segala kekurangan dan kelebihanku.
Ketika kita berani menjadi diri sendiri, semesta akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang seirama—bukan karena kita mencarinya dengan paksa, tapi karena getaran yang kita pancarkan menarik mereka datang.
Membuang topeng adalah langkah pertama menuju hubungan yang bermakna.
Mencari Ketenteraman, Bukan Keseragaman
Hubungan yang sehat dan bermakna tumbuh dari kesamaan visi dan kejujuran hati. Dua orang yang berpikir dengan cara yang mirip tidak perlu banyak menjelaskan, karena mereka memahami satu sama lain tanpa banyak kata; ada keheningan batin yang saling memahami.
Sebaliknya, jika perbedaan nilai terlalu jauh, kedekatan yang dipaksakan hanya akan melahirkan luka dan kebisuan.
Maka, inti dari filosofi ini bukan soal siapa yang lebih baik, melainkan siapa yang lebih selaras. Dalam keheningan batin yang saling memahami, manusia menemukan ketenangan dan rasa memiliki yang sejati.
Ini adalah kunci untuk menjaga keseimbangan jiwa di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial.
Antara Keterbukaan dan Jati Diri
Namun, kesadaran bahwa “air berkumpul dengan air” bukan berarti kita harus menutup diri dari perbedaan. Justru, dari pergesekan dengan perbedaan, kita belajar dan memperluas wawasan.
Yang perlu dijaga hanyalah keseimbangan: terbuka pada pandangan lain, tapi tidak kehilangan jati diri.
Terlalu sering menyesuaikan diri demi diterima hanya akan membuat kita kehilangan arah—menjadi bayangan buram dari diri kita yang sebenarnya.
Orang bijak tahu kapan harus berbaur, dan kapan harus menjaga jarak demi ketenangan jiwanya. Inilah seni memilih pertempuran dan memilih lingkungan.
Pada akhirnya, kehidupan ini adalah proses menemukan “lingkaran air” kita sendiri—mereka yang membuat kita tumbuh, bukan tenggelam.
Jangan takut kehilangan mereka yang tidak sefrekuensi, sebab setiap perpisahan hanyalah cara semesta menyiapkan ruang bagi pertemuan yang lebih sejati.
Sebab seperti air yang menemukan airnya, manusia sejati akan selalu menemukan rumahnya—di hati orang-orang yang sejiwa dan selaras.***
– Serial Filsafat –





















