Bandung, Mevin.ID – Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) melayangkan kritik keras terhadap kondisi Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) menyusul kematian tujuh ekor satwa dalam beberapa waktu terakhir. Lembaga konservasi itu dinilai telah gagal menjalankan fungsinya sebagai tempat perlindungan dan edukasi, justru terjebak dalam konflik internal yang berdampak langsung pada kesejahteraan hewan.
Ketua FK3I Pusat, Dedi Kurniawan, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi langsung ke lokasi, dengan izin dari BBKSDA Jawa Barat, guna menelusuri penyebab kematian satwa dan memastikan tidak ada unsur pembiaran yang melanggar hukum.
“Bandung Zoo bukan panggung sirkus. Ia adalah lembaga konservasi yang seharusnya menjadi tempat aman bagi hewan titipan negara dan sarana edukasi masyarakat,” tegas Dedi, Jumat (4/7/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami minta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan segera turun tangan. Kalau terbukti ada kelalaian sistemik, kami tidak segan menggugat secara hukum,” tambahnya.
Dugaan Kelalaian: Satwa Stres, Lemas, dan Tidak Mau Makan
FK3I menerima laporan bahwa beberapa satwa mengalami stres berat akibat lingkungan tidak layak dan kolam yang rusak. Satwa-satwa tersebut bahkan terlihat terus berenang tanpa arah hingga kelelahan parah.
“Setelah diselamatkan, ada satwa yang tidak mau makan selama dua hari. Ini sinyal kuat bahwa habitatnya tidak mendukung dan ada tekanan mental luar biasa,” terang salah satu relawan yang melaporkan ke FK3I.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada pengabaian dalam pengelolaan, di tengah konflik internal yang terus membelit pengelola kebun binatang.
Pengelola Klaim Sudah Lapor ke BKSDA, FK3I Tak Puas
Menanggapi polemik tersebut, perwakilan pengelola Bandung Zoo, Ully Rangkuti, mengakui adanya kematian satwa, namun menyebut penyebab utamanya adalah usia dan cuaca. Ia juga menyatakan seluruh laporan telah diserahkan ke BKSDA, dan pihaknya siap bertanggung jawab.
Namun FK3I menilai pernyataan itu tidak cukup transparan dan terkesan menutupi kemungkinan adanya kesalahan manajemen.
Desakan Evaluasi Izin Konservasi dari Pemerintah
FK3I juga mendukung pernyataan Wali Kota Bandung M. Farhan, yang menyebut tidak segan meminta Kementerian Kehutanan untuk meninjau ulang izin konservasi eks situ yang dipegang oleh yayasan pengelola Bandung Zoo.
“Kalau tidak ada perbaikan, seharusnya izin dicabut. Satwa bukan alat hiburan, dan konservasi bukan soal bisnis,” tegas Dedi.
FK3I meminta agar semua lembaga konservasi di Indonesia dievaluasi secara menyeluruh, dan pengelolaan yang berorientasi komersial tanpa memperhatikan kesejahteraan satwa harus dihentikan segera.
Kematian satwa bukan sekadar statistik. Ia adalah cerminan bobroknya sistem konservasi jika dijalankan tanpa tanggung jawab moral dan etis. Suara keras dari FK3I menjadi pengingat bahwa hewan juga berhak atas perlindungan, bukan jadi korban dari konflik manusia.***