Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi, Antara Pencitraan dan Transparansi

- Redaksi

Senin, 7 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama Presiden RI Prabowo Subianto Sesaat setelah Pelantikan Kepala Daerah di Kompleks Istana Kepresiden Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2025

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama Presiden RI Prabowo Subianto Sesaat setelah Pelantikan Kepala Daerah di Kompleks Istana Kepresiden Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2025

BANYAK PIHAK —terutama dari kalangan konservatif—mengernyitkan dahi menyaksikan gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Mereka menilai pendekatannya terlalu “pencitraan”, terlalu sering muncul di media sosial, terlalu banyak blusukan yang dipertontonkan.

Namun di balik itu semua, rakyat justru melihat hal yang berbeda: sebuah kepemimpinan yang terbuka, dekat, dan nyata dirasakan.

Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, masyarakat membutuhkan pemimpin yang hadir bukan hanya saat kampanye, tapi juga di keseharian mereka. Masyarakat ingin tahu, apakah pemimpinnya benar-benar bekerja untuk mereka atau hanya sibuk dalam lingkaran kekuasaan dan golongan sempit.

Dalam konteks inilah, gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi menjadi relevan dan, bahkan, patut diapresiasi.

Kehadiran Dedi di tengah masyarakat, yang nyaris selalu terdokumentasi dalam konten media sosial, sejatinya bukanlah sekadar tontonan. Itu adalah bentuk komunikasi publik. Transparansi. Sebuah jendela yang dibuka lebar agar rakyat bisa mengawasi, menilai, dan bahkan mengoreksi jika perlu. Di sinilah letak pentingnya: bukan pencitraan, tapi pertanggungjawaban.

Justru pemimpin yang tidak terlihat, yang tertutup, yang enggan hadir di tengah rakyat dan tidak menunjukkan apa-apa, itulah yang patut dipertanyakan.

Pemimpin seperti Dedi Mulyadi hadir dengan cara yang berbeda, membawa pendekatan baru yang lebih membumi—dan ini yang dibutuhkan oleh masyarakat hari ini.

Tentu saja, akan selalu ada suara sumbang dari pihak-pihak yang tidak nyaman dengan gaya baru ini. Tapi suara rakyat berbicara lebih lantang: mereka ingin pemimpin yang bisa disentuh, bisa diajak bicara, dan bisa dilihat kerja nyatanya—bukan hanya janji dalam baliho.

Gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi bukan sekadar gaya. Itu adalah substansi yang dibungkus dengan pendekatan kekinian. Bukan pencitraan murahan, melainkan bentuk modern dari akuntabilitas publik.

Dan di tengah krisis kepercayaan terhadap banyak pejabat, pendekatan seperti inilah yang bisa mengembalikan harapan rakyat terhadap pemimpinnya.

Makanya, banyak masyarakat di luar Jawa Barat yang iri dengan warga Jabar yang memiliki pemimpin seperti Dedi Mulyadi.

Bahkan tak sedikit yang terang-terangan mengaku rindu pemimpin seperti dia—pemimpin yang memosisikan dirinya di pihak rakyat, bukan di atas rakyat.

Sampai detik ini, saya sebagai warga Jawa Barat merasa benar-benar memiliki sosok pemimpin yang bekerja dengan hati, meski dengan segala kekurangannya. Semoga saja gaya dan pola kepemimpinan seperti ini bisa terus dipertahankan—karena inilah harapan rakyat yang sesungguhnya.***

Facebook Comments Box

Penulis : Bar Bernad

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Marsinah, Antara Pengakuan dan Penghapusan
Malaikat Palsu dan Kejahatan yang Tersenyum: Metafora Iblis Berwajah Manusia dalam Kacamata Sun Tzu
Sayap dan Jurang Perspektif: Kesepian Visioner di Puncak Nietzschean
Heni Smith: Perempuan Sunda yang Jatuh Cinta pada Hutan dan Melahirkan Wisata Alam Berkelanjutan
Serigala di Pintu, Penggembala di Balik Senyum: Refleksi Kealpaan Manusia atas Ancaman Terdekat
Marsinah: Dari Lantai Pabrik ke Istana Negara — Kepahlawanan yang Lahir dari Upah Minimum
Seni Melepaskan Amarah: Menggali Pengertian dari Sudut Pandang Stoik Epictetus
Refleksi Hari Pahlawan 2025, Krisis Keteladanan di Negeri yang Lupa akan Pengorbanan

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 13:50 WIB

Malaikat Palsu dan Kejahatan yang Tersenyum: Metafora Iblis Berwajah Manusia dalam Kacamata Sun Tzu

Rabu, 12 November 2025 - 13:19 WIB

Sayap dan Jurang Perspektif: Kesepian Visioner di Puncak Nietzschean

Rabu, 12 November 2025 - 12:59 WIB

Heni Smith: Perempuan Sunda yang Jatuh Cinta pada Hutan dan Melahirkan Wisata Alam Berkelanjutan

Selasa, 11 November 2025 - 12:57 WIB

Serigala di Pintu, Penggembala di Balik Senyum: Refleksi Kealpaan Manusia atas Ancaman Terdekat

Senin, 10 November 2025 - 14:09 WIB

Marsinah: Dari Lantai Pabrik ke Istana Negara — Kepahlawanan yang Lahir dari Upah Minimum

Berita Terbaru