Jakarta, Mevin.ID – Dunia peradilan Indonesia kembali tercoreng. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan suap jumbo senilai Rp60 miliar terkait putusan lepas korporasi besar dalam skandal korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Penetapan status tersangka diumumkan langsung oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, pada Sabtu (12/4) malam. Skandal ini diduga melibatkan sejumlah pihak, termasuk hakim, advokat, dan pejabat pengadilan lain.
“MAN diduga menerima uang sebesar Rp60 miliar dari tersangka MS dan AR yang merupakan advokat, untuk mempengaruhi putusan agar menjatuhkan vonis lepas (ontslag),” ungkap Abdul Qohar dalam konferensi pers.
Yang mencengangkan, transaksi suap itu disebut dilakukan saat Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, bukan dalam posisi sekarang. Uang suap diduga mengalir lewat Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata di PN Jakarta Utara yang juga disebut sebagai orang kepercayaan MAN.
Putusan Lepas untuk Raksasa Sawit
Kasus ini terkait putusan kontroversial Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, 19 April 2022, yang melepas tiga korporasi raksasa—PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group—dari jeratan hukum dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit.
Ironisnya, meskipun majelis hakim menyatakan para korporasi terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan, mereka tetap dinyatakan tidak bersalah secara hukum (ontslag van alle recht vervolging). Hak-hak hukum dan reputasi para terdakwa pun dipulihkan seolah tak pernah ada proses pidana.
Diduga Ada Aliran Uang ke Majelis Hakim
Kejagung kini membongkar lebih dalam kemungkinan keterlibatan majelis hakim yang memutus perkara. Tim penyidik disebut tengah melakukan penjemputan terhadap para hakim, termasuk salah satu yang sedang berada di luar kota.
Majelis hakim dalam perkara ini terdiri dari Ketua Majelis Djuyamto, serta hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin.
“Tim secara proaktif menjemput pihak-pihak yang terkait untuk diperiksa lebih lanjut,” kata Abdul Qohar.
Jeratan Hukum Berat Menanti
MAN dijerat dengan sejumlah pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf c dan Pasal 5 ayat (2), dengan ancaman hukuman berat. Kejagung juga menegaskan akan mengajukan kasasi atas putusan lepas yang menghebohkan tersebut.
Skandal ini menjadi tamparan keras bagi integritas peradilan Indonesia—terutama saat kepercayaan publik sedang diuji oleh kasus-kasus besar di sektor energi dan sumber daya alam.***





















