Pekanbaru, Mevin.ID – Di balik keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Riau, ada jaringan kerja keras yang sering luput dari sorotan: para petani, nelayan, dan pekerja dapur yang setiap hari memastikan anak-anak sekolah mendapat asupan bergizi.
Salah satu pilar utama dalam rantai pasok itu adalah Koperasi Produsen Jaring Mas Sejahtera, mitra binaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) selama lebih dari satu dekade.
Bekerja sama dalam ekosistem yang saling menguatkan, koperasi ini kini menyuplai bahan pangan untuk 11 dapur sekolah di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar. Setiap dapur dikelola oleh sekitar 50 pekerja, yang artinya 600 lapangan kerja tercipta hanya dari satu program gizi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Program MBG memberikan kepastian pasar bagi usaha kami,” ujar Indra Noupal, pemilik Vendor Unit Kampar. “Dengan dukungan pembiayaan dari BRI, kami bisa menjaga kelancaran rantai pasok dan memberdayakan petani serta nelayan lokal.”
22 Ton Sayur dan 50 Ton Ikan per Minggu: Gizi Anak, Nafkah Keluarga
Koperasi Jaring Mas tak hanya menyediakan beras, ikan, ayam, dan telur. Mereka juga menggandeng pemasok lokal untuk menyediakan minyak goreng, sayur, buah, tahu, dan tempe. Dalam seminggu, dapur MBG di Riau menyerap hingga 22 ton sayuran dan 50 ton ikan — pasar yang stabil dan berkelanjutan bagi ratusan petani dan nelayan di daerah.
Melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), BRI memberikan akses permodalan kepada anggota koperasi. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan—bahwa koperasi rakyat bisa mengelola pembiayaan secara sehat dan produktif.
“Ini adalah bukti bahwa gotong royong modern masih sangat mungkin dilakukan, asal ada kepercayaan, dukungan pembiayaan, dan tujuan bersama,” kata perwakilan BRI dalam siaran persnya.
Gizi anak bukan hanya urusan dapur sekolah. Ia berkaitan dengan sistem pangan yang adil, pembiayaan yang inklusif, dan keberpihakan pada petani serta nelayan kecil.
Program MBG di Riau menunjukkan bahwa ketika koperasi rakyat diberi panggung, mereka mampu menjadi tulang punggung transformasi sosial—dari sawah dan laut, langsung ke piring anak-anak Indonesia.***