Good Girl Syndrome: Saat Kebaikan Menjadi Beban

- Redaksi

Rabu, 2 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Photo by Joyce Dias from Pexels

Photo by Joyce Dias from Pexels

Pernahkah kamu berbuat baik? Pastinya pernah, kan? Tapi, pernahkah kamu berpikir apakah kebaikan yang kamu lakukan itu datang dari naluri alami sebagai manusia atau justru sebuah keputusan sadar untuk menjadi baik? Bagaimana jika ternyata kamu melakukannya dengan setengah hati hanya karena ingin menyenangkan orang lain? Padahal, kamu juga tahu bahwa kebahagiaanmu sendiri sama pentingnya.

Perempuan dan Tuntutan untuk Selalu “Baik”

Fenomena ini bukan hal baru, terutama bagi kita yang terlahir sebagai perempuan. Kita sering dituntut untuk selalu bersikap baik, lembut, ceria, dan menyenangkan di segala situasi. Bahkan ketika sedang tidak baik-baik saja, ada dorongan di hati untuk tetap terlihat bahagia. Sedih, bukan?

Contohnya, seorang remaja perempuan yang tengah menghadapi masalah berat di rumah. Ketika sampai di sekolah, ia tetap berusaha ceria dan mendengarkan keluh kesah teman-temannya. Tanpa sadar, ini justru memperberat bebannya sendiri.

Hati-hati, Girls! Jika dibiarkan terus-menerus, kebaikan yang kita berikan tanpa batas bisa menjadi beban bahkan bencana. Lama-kelamaan, kita bisa mengalami gangguan psikologis yang dikenal sebagai Good Girl Syndrome.

Apa Itu Good Girl Syndrome?

Pernah dengar istilah ini? Atau baru pertama kali mengetahuinya? Yuk, kita bahas lebih lanjut!

Good Girl Syndrome, atau sering disebut Nice Girl Syndrome, adalah gangguan psikologis di mana seorang perempuan terus-menerus berusaha menyenangkan orang lain tanpa memedulikan kebahagiaannya sendiri. Menurut Beverly Engel (2008), sindrom ini muncul ketika kita lebih peduli terhadap pandangan orang lain tentang diri kita dibandingkan dengan perasaan dan kebutuhan kita sendiri.

Sindrom ini sering kali membuat perempuan sulit mengatakan “tidak” dan selalu mengutamakan orang lain. Padahal, setiap orang berhak merasa bahagia dan dihargai, termasuk kita.

Gejala Good Girl Syndrome

Bagaimana cara mengenali Good Girl Syndrome? Berikut beberapa tanda yang sering muncul:

  • Takut mengganggu atau mengecewakan orang lain.
  • Perfeksionis karena takut dikritik.
  • Merasa bangga bisa membantu orang lain, meskipun tidak nyaman.
  • Sulit mengatakan “tidak”.
  • Sulit menyampaikan keinginan atau pendapat.
  • Terikat pada rutinitas dan aturan.
  • Menghindari konflik karena takut mengecewakan orang lain.
  • Mengikuti peraturan hingga detail terkecil.
  • Cemas saat menghadapi perubahan.

Salah satu tanda yang paling sering muncul adalah selalu mengiyakan permintaan orang lain meskipun sebenarnya ingin menolak. Kamu pernah mengalaminya?

Apa Penyebab Good Girl Syndrome?

Sayangnya, penyebab utama sindrom ini sering kali berasal dari lingkungan terdekat kita, seperti keluarga. Sejak kecil, perempuan diajarkan untuk menjadi pribadi yang ramah, baik, dan menyenangkan. Tuntutan ini membuat kita terbiasa menomorduakan perasaan sendiri demi memenuhi ekspektasi orang lain.

Melansir dari voi.id, penelitian di Universitas Stanford menemukan bahwa sifat perempuan yang dianggap ideal meliputi penyayang, ceria, lembut, dan setia. Sementara itu, pria lebih dihargai jika independen, tegas, dan dominan. Dari sini, kita bisa melihat betapa bias gender telah tertanam sejak kecil.

Bagaimana Cara Mengatasinya?

Jika dibiarkan, Good Girl Syndrome bisa berkembang menjadi People Pleaser, di mana kita terus-menerus mengutamakan kebahagiaan orang lain hingga mengorbankan diri sendiri.

Agar tidak terjebak dalam siklus ini, kita bisa mulai dengan langkah-langkah berikut (dilansir dari hellosehat.com):

  • Jujur dan tegas dalam menyampaikan keinginan.
  • Berani mengatakan “tidak” tanpa merasa bersalah.
  • Memberi bantuan seperlunya, bukan karena paksaan.
  • Berdamai dengan diri sendiri dan menerima kekurangan.
  • Mengenali dan melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia.

Jika kamu merasa gejala ini semakin berat, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor. Yang terpenting, selalu dengarkan perasaanmu sendiri dan ingat bahwa kondisi mentalmu sama pentingnya dengan kondisi fisikmu.

Stay safe and take care, Girls! 💖

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda: Oase Hijau, Saksi Bisu Sejarah, dan Paru-Paru Kota Bandung
Ini 15 Obat Herbal Ilegal Mengandung Bahan Kimia Berbahaya, BPOM: Bisa Rusak Ginjal!
Jejak Kolonial di Secangkir Kopi
Jalan Kaki: Ritual Sederhana untuk Menjaga Waras di Tengah Hidup yang Riuh
Jejak Kolonial, Secangkir Kisah dari Tanah Rempah: Perjalanan Kopi Nusantara
Bab Baru di Usia 50-an: Saat Hidup Tak Lagi Soal Membuktikan, Tapi Menemukan Makna
Tak Hanya Telur! 12 Makanan Ini Ternyata Sumber Protein Tinggi
Pemerintah Berencana Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan Peserta JKN

Berita Terkait

Selasa, 11 November 2025 - 12:16 WIB

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda: Oase Hijau, Saksi Bisu Sejarah, dan Paru-Paru Kota Bandung

Selasa, 4 November 2025 - 12:42 WIB

Ini 15 Obat Herbal Ilegal Mengandung Bahan Kimia Berbahaya, BPOM: Bisa Rusak Ginjal!

Senin, 20 Oktober 2025 - 14:20 WIB

Jejak Kolonial di Secangkir Kopi

Minggu, 19 Oktober 2025 - 11:35 WIB

Jalan Kaki: Ritual Sederhana untuk Menjaga Waras di Tengah Hidup yang Riuh

Selasa, 14 Oktober 2025 - 14:18 WIB

Jejak Kolonial, Secangkir Kisah dari Tanah Rempah: Perjalanan Kopi Nusantara

Berita Terbaru