Bekasi, Mevin.ID – Dulu, akhir pekan di Grand Mall Bekasi adalah semacam ritual bagi warga Bekasi dan sekitarnya. Lantai-lantai mal yang mengilap jadi saksi tawa keluarga, antrian film, dan aroma ayam goreng cepat saji yang menggoda indera penciuman.
Kini, gedung empat lantai di Jalan Jenderal Sudirman itu hanya menyisakan keheningan, debu, dan pintu-pintu terkunci.
Sejak 1 Januari 2025, Grand Mall resmi berhenti beroperasi. Tak ada lagi denting suara eskalator atau riuh pengunjung yang hilir mudik. Hanya papan “Awas lantai basah” dan mesin penjual minuman yang tak lagi berfungsi menyambut siapa pun yang melintas di depan pintu utama.
Mati Perlahan, Bukan Seketika
Suasana Jumat (10/10/2025) memperlihatkan fakta pahit: pintu lobi utama digembok rapat, bagian dalam gelap gulita tanpa satu pun lampu menyala. Dari pintu timur hingga barat, kondisinya seragam—malapetaka komersial dalam sunyi.
Beberapa ruko di luar gedung memang masih bertahan. Ada bank, lembaga pembiayaan, kedai kopi, dan penjual bakso. Namun, mereka berdiri sendiri, terpisah dari denyut kehidupan yang dulu menghidupi mal.
“Enggak ada pengunjung ke mal, toko juga pada tutup. Kalau ramai ya paling karena orang-orang kantor di belakang,” ujar Vina (18), salah satu penjaga ruko di sekitar mal.
@bangshiranGrand mall bekasi tutup #grandmallbekasi #fyp #bekasi #gulungtikar♬ DJ LEMON TREE SLOW REMIX – y_3ft_🅰️
Di depan gerai ayam cepat saji yang dulu jadi magnet pengunjung, terpasang spanduk perpisahan:
“Terima kasih sudah mensupport kami selama ini. Bila ingin mengunjungi outlet kami, silakan datang ke outlet terdekat.”
Masa Keemasan yang Tak Kembali
Berdiri sejak 1998, Grand Mall pernah menjadi simbol gaya hidup urban di Bekasi. Lokasinya strategis, tenant-tenant ritel ternama berdiri di dalamnya. Namun, perubahan cepat di lanskap ritel dan gaya belanja masyarakat menjadi badai pelan tapi pasti.
“Pusat perbelanjaan yang tidak mampu merespons perubahan gaya hidup maka tidak akan dipilih lagi oleh masyarakat,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia, Alphonzus Widjaja.
Kehadiran mal-mal baru dengan konsep lebih modern, ditambah migrasi perilaku belanja ke platform digital, membuat Grand Mall kehilangan daya tariknya.
Tekanan Ekonomi dan Realitas Tenant
Senior Head Department Marketing Communication Grand Mall Bekasi, Sufala Handri, menyebut penutupan ini sebagai keputusan manajemen akibat tekanan ekonomi.
“Karena faktor ekonomi dan pertimbangan cost, kami tutup sementara untuk retail atau malnya sejak 1 Januari 2025. Tenant-tenant juga banyak yang menghentikan operasional,” ujarnya.
Sementara ruko-ruko di sekitar mal masih bertahan, bangunan utama dibiarkan membeku dalam senyap. Beberapa ruko kini justru dipasangi papan “Dijual” atau “Disewakan”.
Dari Tempat Nongkrong ke Situs Kenangan
Bagi banyak warga Bekasi, Grand Mall bukan sekadar bangunan. Ia adalah tempat kencan pertama, reuni teman lama, atau sekadar tempat ngopi sore sebelum pulang kerja.
Kini, semua itu tinggal cerita. Tak ada perayaan besar, tak ada pesta perpisahan—hanya gerbang besi tertutup yang menandai akhir satu era.
Di tengah perubahan gaya hidup masyarakat dan kompetisi bisnis ritel yang brutal, Grand Mall menjadi salah satu “korban zaman”—tempat yang kalah bukan karena tak dikenal, tapi karena terlambat berubah.
Fenomena tutupnya Grand Mall Bekasi adalah potret pergeseran sosial-ekonomi yang nyata: mall-mall lama kehilangan daya saing, sementara pusat perbelanjaan baru dan platform digital mengambil alih kebiasaan masyarakat.
Bekasi bukan satu-satunya. Ini bisa jadi awal dari peta baru ritel Indonesia.***
Penulis : Fathur Rachman
Editor : Pratigto




















