Cimahi, Mevin.ID — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membela Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman yang disindir Wakil Gubernur Erwan Setiawan karena dinilai jarang hadir di kantor dan absen dalam rapat paripurna DPRD.
Dedi menjelaskan bahwa ketidakhadiran Herman dalam rapat paripurna DPRD Jabar pada Kamis (19/6/2025) disebabkan karena sedang menjalankan tugas mendampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) ke lokasi bencana longsor di Kabupaten Purwakarta.
“Pada kemarin tidak datang paripurna itu, karena waktu itu saya ada tugas,” ujar Dedi di Kota Cimahi, Sabtu (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dedi menegaskan bahwa pendampingan terhadap Menko merupakan bagian dari pembagian tugas dalam struktur pemerintahan. “Kalau Menko harus didampingi sekelas Sekda, itu bagian dari menghormati pemerintah pusat,” katanya.
Ia juga membantah anggapan bahwa Herman tidak menjalankan tugas secara maksimal. Menurutnya, Herman merupakan pejabat yang tidak hanya mengurusi administratif, tetapi juga aktif turun langsung ke lapangan.
“Saya tanya itu kewajiban siapa, dia jawab kewajiban saya, saya bersihkan sekarang,” kata Dedi, mencontohkan aksi Herman yang melaporkan kondisi sampah dan monumen kotor di Bandung pada pagi hari sebelum acara peringatan HUT ke-24 Kota Cimahi.
Dedi menilai karakter Herman terbentuk dari latar belakangnya sebagai alumni IPDN yang memiliki disiplin semi-militer. “Biasanya sekda itu administratif, tapi Sekda Jabar tuh bukan hanya administratif. Dia juga berani pasang badan, maju,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPRD Jabar pada Kamis (19/6), Wakil Gubernur Erwan Setiawan menyindir Herman karena tidak pernah hadir mewakili gubernur dalam rapat-rapat paripurna. “Sekalian tanyakeun, ‘Ka mana wae Sekda?’ Selama saya paripurna mewakili Pak Gubernur, belum pernah saudara Sekda hadir,” ucap Erwan.
Sindiran ini muncul di tengah sorotan DPRD terhadap utang Pemprov Jabar ke BPJS Kesehatan yang mencapai sekitar Rp 300 miliar. DPRD menilai Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) seharusnya bertanggung jawab menjelaskan persoalan tersebut.
Menanggapi hal itu, Herman menyampaikan bahwa dirinya tengah menjalankan reformasi birokrasi berbasis lapangan yang ia sebut pendekatan “sabubukna”—yakni bekerja secara total dan responsif.
“Namanya juga reformasi birokrasi sabubukna, bukan hanya duduk di belakang meja,” kata Herman dalam pernyataan tertulis, Jumat (20/6).
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jabar MQ Iswara menyarankan agar persoalan seperti ini diselesaikan secara internal. “Sebaiknya tidak dibuka di ruang paripurna,” ujarnya.***
