Gubernur Jabar Turun Tangan! Konflik Lahan Sukahaji Bandung, Warga Siap Pindah Tapi…

- Redaksi

Selasa, 15 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tangkapan Layar saat Warga Sukahaji menggelar aksi demo di ATR/BPN Kantah Kota Bandung

Tangkapan Layar saat Warga Sukahaji menggelar aksi demo di ATR/BPN Kantah Kota Bandung

Bandung, Mevin.ID  – Aroma konflik agraria kembali menyengat Kota Bandung. Ribuan warga Kampung Pasir Koja, Kelurahan Sukahaji, kini hidup dalam ketidakpastian. Lahan yang mereka tempati selama puluhan tahun tiba-tiba diklaim sebagai milik perusahaan swasta.

Namun situasi berubah ketika Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turun langsung ke lokasi. Dalam unggahan Instagram pribadinya, Dedi menyebut sudah berada di tengah-tengah warga Sukahaji, Selasa (15/4/2025), dan siap menjadi penengah konflik yang makin pelik.

“Saya sudah berada di Kampung Pasir Koja. Ini warga mendiami tanah milik perusahaan PT. Sakura di antaranya,” tulis Dedi dalam videonya.

Konflik ini mencuat usai muncul klaim dari PT Sakura, yang menyebut tanah itu akan digunakan kembali oleh perusahaan.

Merasa terancam, warga meminta Gubernur turun tangan. Dedi pun menawarkan solusi: mempertemukan warga dan perusahaan, dengan dirinya sebagai fasilitator.

“Kalau pemilik sertifikat memang benar PT. Sakura, ayo datang ke sini. Biar warga dengar langsung. Kalau memang warga harus pindah, bisa dinegosiasikan dengan cara yang manusiawi,” tegasnya.

Menariknya, beberapa warga menyatakan siap pindah asal ada kejelasan dan bantuan kontrakan. Tapi benarkah segampang itu?

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kang Dedi Mulyadi (@dedimulyadi71)

Pemkot Angkat Suara: Kalau Tak Punya Surat, Harus Pindah

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan turut buka suara. Dalam pernyataannya, Farhan menegaskan bahwa warga yang tidak memiliki alas hak alias bukti kepemilikan tanah, mau tak mau harus hengkang.

“Kalau enggak punya surat, dan surat sah ada di orang lain, ya harus pindah. Tapi tenang, akan kami beri uang kerohiman untuk sewa kontrakan,” katanya, Senin (14/4).

Farhan juga menyebut kemungkinan relokasi warga ke rumah susun (rusunawa), meski tidak bisa secepat itu. Solusi ini disebut masih menunggu proses administrasi dan ketersediaan unit.

Di Balik Sengketa: Bertahun-Tahun Tinggal, Kini Disebut Menyerobot

Konflik ini bukan cerita baru. Warga di RW 01, 02, 03, dan 04 Sukahaji telah tinggal di tanah garapan itu sejak puluhan tahun lalu.

Pada 2009, lahan mereka mulai diklaim oleh dua orang: Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Sejak saat itu, tekanan terus datang, dari intimidasi hingga iming-iming “uang kerohiman”.

“Tahun 2011, kami ditawari Rp750 ribu per KK buat pindah. Tapi warga menolak,” ungkap Warsidi, tokoh warga dan penggerak Forum Warga Sukahaji Melawan.

Pertemuan demi pertemuan digelar, termasuk dengan pihak kecamatan, BPN, dan perusahaan. Namun bukti yang disodorkan pun disebut tak masuk akal.

Dari 82 sertifikat yang diklaim perusahaan, hanya 11 yang ditunjukkan—dan itu pun bukan di Sukahaji.

“Kita cek, malah sertifikatnya di Jamika dan Pagarsih. Lalu kenapa tanah kita yang mau digusur?” tanya Ronal, warga lainnya.

Warga juga menyoal keabsahan data sertifikat yang disebut berubah-ubah tiap tahun. Nama sama, tapi lokasi beda. Luas lahan juga tak konsisten.

Kebakaran, Trauma, dan Ketakutan Baru

Warga Sukahaji masih menyimpan trauma lama. Tahun 2018, kebakaran hebat melanda wilayah ini. Puluhan jongko dan rumah hangus. Kini, ancaman datang lagi—bukan dari api, tapi dari penggusuran.

“Saya sampai begadang tiap malam. Takut ada kejadian seperti dulu. Kami ronda tiap malam sekarang,” kata Ahmadin, Ketua RT 04.

Ahmadin juga mengkritik keras aksi sepihak pemasangan plang dan seng tanpa dasar hukum yang jelas. Ia meminta perusahaan menunjukkan bukti legal dan menyerahkan proses kepada pengadilan.

“Kami Bukan Warga Liar!”

Satu hal yang paling menyakitkan bagi warga adalah perlakuan tidak manusiawi. Warsidi, yang sudah tinggal puluhan tahun di sana, merasa dianggap ilegal di tanah sendiri.

“Kami punya KTP, ikut pemilu, warga tetap kok! Tapi diperlakukan seperti liar,” tegasnya.

Senada, Rundiati (55) menyebut, ia siap pindah bila bukti sah kepemilikan ditunjukkan. Namun sejauh ini, semua surat yang ditunjukkan dianggapnya belum jelas.

“Mereka tunjukin surat, tapi pas dicek nggak asli. Kalau benar punya hak, ayo buktikan di pengadilan. Jangan intimidasi,” katanya.

Zona Kumuh, Zona Sengketa?

Masalah bertambah rumit ketika wilayah Sukahaji disebut sebagai zona kumuh sejak 2022. Status ini membuat warga semakin sulit mengakses hak dasar seperti air bersih dan infrastruktur.

Di sisi lain, pihak perusahaan malah gencar melakukan pendekatan dengan tenggat: rumah harus dikosongkan paling lambat 7 April 2025.

Sayangnya, hingga berita ini tayang, kuasa hukum dari pihak perusahaan, Rizal Nusi and Partners, belum merespons permintaan konfirmasi dari berbagai media.

Akhirnya? Masih Panjang

Konflik agraria di Sukahaji jadi potret buram tata kelola tanah di kota besar. Warga yang menggantungkan hidup di lahan selama puluhan tahun kini dipaksa memilih: tetap bertahan atau angkat kaki—dengan atau tanpa kejelasan.

Satu yang pasti, warga Sukahaji tidak akan tinggal diam. Setidaknya, hingga mereka mendapatkan apa yang selama ini mereka perjuangkan: hak untuk hidup layak, tanpa rasa takut.***

Facebook Comments Box

Penulis : Adi Prakoso

Editor : Dedi Barnadi

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Buruh Karawang Masih Bertahan di Depan Pemkab, Desak Cabut Perbup 19/2025
Pemkab Majalengka Dorong Proses Lelang Dini untuk Proyek Barang dan Jasa Tahun 2026
Dua Pelaku Pengeroyokan di Alun-alun Majalengka Ditangkap, Polisi Tegaskan Tak Ada Toleransi untuk Kekerasan
Inspirasi Pendidikan Anak Petani di Garut; Diasuh Hanya dengan Infak Rp 500 per Hari
3.489 Tenaga Honorer Majalengka Siap Sandang Status PPPK Paruh Waktu Akhir November Ini
Siswa SMP di Tangsel Sakit Parah Usai Diduga Dibully, Keluarga Minta Penegakan Hukum
Sekretaris Jenderal ITUC Minta Pemerintah Melindungi Hak-Hak Pekerja Indonesia
Ratusan Ojol di Bekasi Deklarasi Pembentukan Komunitas O2 Indonesia

Berita Terkait

Rabu, 12 November 2025 - 18:46 WIB

Buruh Karawang Masih Bertahan di Depan Pemkab, Desak Cabut Perbup 19/2025

Rabu, 12 November 2025 - 15:25 WIB

Pemkab Majalengka Dorong Proses Lelang Dini untuk Proyek Barang dan Jasa Tahun 2026

Rabu, 12 November 2025 - 12:27 WIB

Dua Pelaku Pengeroyokan di Alun-alun Majalengka Ditangkap, Polisi Tegaskan Tak Ada Toleransi untuk Kekerasan

Rabu, 12 November 2025 - 03:34 WIB

Inspirasi Pendidikan Anak Petani di Garut; Diasuh Hanya dengan Infak Rp 500 per Hari

Selasa, 11 November 2025 - 21:19 WIB

3.489 Tenaga Honorer Majalengka Siap Sandang Status PPPK Paruh Waktu Akhir November Ini

Berita Terbaru

Foto ilustrasi: Nathan Aguirre/Unsplash

Entertaintment

India Lampaui Negara Maju dalam Minat Baca, Indonesia Masih Tertinggal

Kamis, 13 Nov 2025 - 05:38 WIB