Jakarta, Mevin.ID — Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan sejumlah paket negosiasi untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) yang akan diberlakukan oleh Amerika Serikat. Pendekatan diplomatik dipilih sebagai langkah utama guna menghindari retaliasi dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa sebelum melakukan perundingan langsung dengan Amerika Serikat di Washington D.C., Indonesia akan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dengan para pimpinan negara ASEAN pada 10 April 2025.
“Indonesia akan mendorong beberapa kesepakatan bersama dengan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan juga telah berkomunikasi dengan Malaysia, Singapura, Kamboja, dan lainnya untuk mengkalibrasi sikap regional secara bersama,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/4).
Airlangga menjelaskan bahwa dalam pertemuan dengan pelaku usaha, pemerintah telah menyiapkan empat langkah utama dalam paket negosiasi:
- Revitalisasi TIFA
Pemerintah akan mengusulkan pembaruan Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) yang sudah ditandatangani sejak 1996. Menurut Airlangga, sejumlah isu dalam perjanjian tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dan perlu diperbarui agar mencerminkan realitas ekonomi terkini. - Relaksasi Non-Tariff Measures (NTMs)
Indonesia akan menawarkan deregulasi dalam bentuk relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, evaluasi terhadap larangan dan pembatasan (lartas) barang ekspor dan impor juga akan menjadi bagian dari usulan. - Peningkatan Impor dan Investasi dari AS
Sebagai upaya memperkuat hubungan dagang dua arah, Indonesia akan mendorong peningkatan impor dari AS, termasuk dalam sektor minyak dan gas (migas). - Insentif Fiskal dan Non-Fiskal
Pemerintah juga menyiapkan berbagai stimulus, termasuk penurunan bea masuk, PPh impor, dan PPN impor guna mendorong impor dari AS serta menjaga daya saing ekspor Indonesia di pasar Amerika.
“Terkait tarif, kita ingin meningkatkan keseimbangan perdagangan dengan AS, terutama untuk produk-produk seperti gandum, katun, dan migas,” ujar Airlangga.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan AS sebesar 14,34 miliar dolar AS sepanjang 2024. Surplus terbesar berasal dari ekspor mesin dan perlengkapan elektrik (4,18 miliar dolar), pakaian dan aksesori (2,84 miliar dolar), serta alas kaki (2,39 miliar dolar).
Sementara itu, menurut catatan Pemerintah AS, negara tersebut mengalami defisit perdagangan dengan Indonesia sebesar 17,9 miliar dolar AS pada tahun yang sama.
Menko Airlangga menambahkan bahwa komunikasi dengan Perwakilan Dagang AS (U.S. Trade Representative atau USTR) terus dilakukan. Saat ini, USTR disebut tengah menunggu proposal resmi dari Pemerintah Indonesia.***




















