Jakarta, Mevin.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap yang menjerat dirinya sebagai terdakwa.
Pernyataan ini disampaikannya saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025).
“Ditinjau dari asas kepentingan umum dan proporsionalitas, kasus ini tidak ada kerugian negara,” tegas Hasto.
Dasar Hukum dan Kritik terhadap KPK
Hasto mengungkapkan bahwa Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar. Menurutnya, kasus ini tidak memenuhi kriteria tersebut.
Ia juga menilai bahwa kasus ini merupakan proses “daur ulang” terhadap persoalan yang sudah disidangkan dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). “Kasus ini didaur ulang tanpa adanya peristiwa hukum baru, seperti tertangkapnya Harun Masiku, yang hingga saat ini masih berstatus DPO (daftar pencarian orang),” ujarnya.
Pelanggaran Asas Kepastian Hukum
Hasto menegaskan bahwa KPK telah melanggar asas kepastian hukum dengan melakukan proses daur ulang yang tidak hanya merugikan dirinya sebagai terdakwa, tetapi juga para saksi.
“Hampir seluruh saksi yang telah diperiksa dan dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, diperiksa kembali. Sebagian besar di antaranya diminta menandatangani kembali cetakan pemeriksaan tahun 2020 dengan tanggal pemeriksaan tahun ini,” jelasnya.
Menurut Hasto, proses ini mengandung kerawanan dan cenderung mengabaikan fakta-fakta hukum yang telah dibuktikan dalam persidangan sebelumnya.
Dakwaan terhadap Hasto
Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.
Ia diduga memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Tuduhan Pemberian Suap
Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Ancaman Hukuman
Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Harapan untuk Keadilan
Hasto berharap persidangan ini dapat berjalan adil dan transparan, tanpa intervensi dari pihak mana pun. “Saya percaya bahwa hukum harus ditegakkan dengan prinsip keadilan dan kebenaran,” pungkasnya.***





















