Jakarta, Mevin.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto, siap menyampaikan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap.
Sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Penasihat hukum Hasto, Febri Diansyah, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan dua dokumen eksepsi, yaitu nota keberatan secara pribadi dari Hasto dan nota keberatan dari tim penasihat hukum.
“Kami berharap tahapan hari ini tidak hanya memberikan keadilan untuk Pak Hasto, tetapi juga menjadi bagian penting dari sejarah penegakan hukum di Indonesia,” kata Febri dalam keterangan tertulis.
Eksepsi Pribadi dan Tim Penasihat Hukum
Eksepsi pribadi Hasto setebal 25 halaman akan menguraikan dugaan operasi politik yang dilakukan terhadap dirinya hingga ia harus duduk di kursi terdakwa.
Sementara itu, eksepsi tim penasihat hukum setebal 130 halaman akan disampaikan secara bergantian oleh para penasihat hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Febri menegaskan bahwa penyampaian eksepsi tersebut, meskipun keras dan tajam, tetap menghargai tugas Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menghormati Majelis Hakim.
“Kami berharap persidangan dan keputusan nanti lahir dari hati dan pikiran yang jernih, tanpa intervensi pihak mana pun, serta memberikan keadilan bagi semua pihak,” ujarnya.
Perlawanan Hukum terhadap Pembungkaman Demokrasi
Anggota kuasa hukum Hasto lainnya, Maqdir Ismail, menambahkan bahwa eksepsi ini merupakan bentuk perlawanan hukum yang dilakukan oleh PDI Perjuangan.
“Ini adalah penegasan sikap penolakan terhadap segala upaya pembungkaman demokrasi yang mengatasnamakan pemberantasan korupsi,” kata Maqdir.
Dalam nota keberatan, tim penasihat hukum akan menguraikan sejumlah pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh penyidik KPK. Pelanggaran tersebut meliputi ketidaksahan penyidikan, pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), prinsip due process of law, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tersangka, serta kekeliruan penerapan pasal obstruction of justice (perintangan penyidikan).
Dakwaan KPK terhadap Hasto
Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.
Menurut dakwaan KPK, Hasto diduga memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah terjadinya operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Tuduhan Pemberian Suap
Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Ancaman Hukuman
Hasto terancam hukuman berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sidang ini menjadi sorotan publik, mengingat posisi Hasto sebagai salah satu tokoh penting di PDI Perjuangan. Tim penasihat hukum Hasto berharap persidangan berjalan adil dan transparan, tanpa intervensi dari pihak mana pun.***





















