Jakarta, Mevin.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan keyakinannya terhadap independensi lembaga peradilan dalam menangani kasus yang menyeretnya sebagai terdakwa.
Namun, ia menegaskan bahwa kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku dan pemberian suap yang ia hadapi tidak menimbulkan kerugian negara.
“Saya percaya pada independensi peradilan. Hakim dalam mengambil keputusan selalu menyatakan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujar Hasto saat ditemui sebelum sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025.
Perjuangan Demokrasi dan Supremasi Hukum
Hasto menegaskan bahwa dirinya akan menghadapi persidangan dengan semangat memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, menjaga konstitusi, dan melindungi peradaban Indonesia yang seharusnya dibangun di atas supremasi hukum. “Ini bukan hanya tentang saya, tetapi tentang menjaga martabat hukum dan keadilan di negeri ini,” tegasnya.
Meski demikian, Hasto tetap bersikukuh bahwa kasus yang menyeretnya merupakan bentuk kriminalisasi hukum yang didorong oleh kepentingan kekuasaan. Ia menyebut dirinya sebagai “tahanan politik” dan menilai surat dakwaan yang dibacakan sebagai produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Proses Penyidikan yang Dianggap Dipaksakan
Hasto mengkritik proses penyidikan yang menurutnya terlalu dipaksakan. Ia mengungkapkan bahwa proses P21 (kelengkapan penyidikan) terhadap dirinya dilakukan dalam waktu singkat, hanya sekitar dua minggu, padahal rata-rata proses P21 di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memakan waktu 120 hari.
“Saya dalam kondisi sakit karena radang tenggorokan dan kram perut akibat terlalu semangat berolahraga saat proses penyidikan berlangsung. Namun, hak-hak saya sebagai terdakwa justru dilanggar,” ujarnya.
Hasto juga menyayangkan bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh pihaknya untuk meringankan kasus tidak pernah diperiksa oleh KPK. Ia menilai percepatan proses penyidikan ini bertujuan untuk menggugurkan proses praperadilan yang kedua. “Ini adalah pelanggaran HAM yang sangat serius,” tegasnya.
Dugaan Keterlibatan dalam Kasus Harun Masiku
Dalam kasus ini, Hasto diduga mengatur dan mengendalikan advokat Donny Tri Istiqomah untuk melobi Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Tujuannya adalah agar Harun Masiku ditetapkan sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I.
Selain itu, Hasto juga diduga terlibat dalam pemberian suap sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan melalui mantan narapidana kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina.
Tuduhan Perintangan Penyidikan
Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice). Ia diduga memerintahkan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Harapan untuk Keadilan
Hasto berharap proses hukum ini dapat berjalan secara adil dan transparan. Ia menegaskan bahwa dirinya akan terus berjuang untuk membuktikan bahwa kasus ini merupakan upaya kriminalisasi politik. “Saya yakin kebenaran akan terungkap, dan keadilan akan ditegakkan,” ujarnya.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik, mengingat posisi Hasto sebagai salah satu petinggi partai politik besar di Indonesia. Proses hukum ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem peradilan yang independen dan bebas dari intervensi politik.***





















