Mevin.ID – Di tengah hiruk-pikuk peradaban manusia, seekor buaya Nil bernama Henry diam-diam memecahkan rekor sebagai buaya tertua di dunia. Usianya diperkirakan mencapai 125 tahun, dan yang lebih mencengangkan, ia telah memiliki lebih dari 10.000 anak.
Namun cerita Henry bukan sekadar soal umur panjang. Ia kini menjadi perhatian para ilmuwan karena kemungkinan menyimpan kunci bagi ketahanan tubuh luar biasa dan umur panjang.
Dari Rawa Botswana ke Afrika Selatan
Henry diperkirakan lahir sekitar tahun 1900 di Delta Okavango, Botswana. Pada tahun 1985, ia dipindahkan ke Crocworld Conservation Centre di Scottburgh, Afrika Selatan. Sejak saat itu, Henry menjadi penghuni senior sekaligus ikon konservasi di sana.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan panjang tubuh mencapai 5 meter dan berat hampir 700 kilogram, Henry jauh melampaui ukuran buaya Nil rata-rata.
Meski usianya sudah melewati satu abad, ia masih menunjukkan aktivitas tinggi, tidak kehilangan ketajaman mata, dan tetap memiliki gigi yang utuh.
Bahkan, ia masih aktif mendekati betina-betina di sekitarnya dan tercatat telah menjadi ayah dari ribuan keturunan.

Rahasia Awet Muda: Mikrobioma Usus
Peneliti kini mulai menelusuri apa rahasia panjang umur Henry. Salah satu temuan menarik adalah peran mikrobioma usus buaya yang mampu menghasilkan molekul bioaktif dengan sifat antikanker dan antibakteri.
Penelitian yang dimuat dalam jurnal Longevity, Cellular Senescence and the Gut Microbiome menyebutkan bahwa usus buaya dihuni bakteri seperti Firmicutes dan Fusobacteria, yang mampu memecah makanan membusuk dan menghasilkan zat-zat yang mendukung ketahanan tubuh.
Salah satu metabolit yang ditemukan, l,l-Cyclo(leucylprolyl), diketahui dapat menghambat pertumbuhan sel kanker dalam pengujian laboratorium.
Ilmuwan menduga, interaksi antara mikrobioma usus dan sistem kekebalan tubuh buaya menjadi alasan mengapa mereka hampir kebal terhadap berbagai penyakit mematikan.
Selain itu, buaya juga mengalami fenomena negligible senescence—proses penuaan yang sangat lambat. Mereka tetap bisa berkembang biak hingga usia lanjut, tanpa mengalami penurunan signifikan pada fungsi tubuh.
Dalam banyak kasus, buaya tidak mati karena usia tua, melainkan karena faktor eksternal seperti luka, infeksi, atau kelaparan.
Evolusi Lambat, Ketahanan Hebat
Henry juga mencerminkan strategi evolusi konservatif yang membuat buaya bertahan hidup sejak zaman dinosaurus. Fosil menunjukkan buaya telah ada sejak lebih dari 85 juta tahun lalu.
Proses evolusi mereka sangat lambat—berubah hanya jika benar-benar diperlukan, sebuah pola yang disebut punctuated equilibrium.
Kini, para ilmuwan menganggap mikrobioma buaya sebagai potensi besar dalam dunia medis. Teknologi seperti metagenomik, metabolomik, proteomik, dan epigenomik memungkinkan pemetaan ribuan molekul unik dalam sistem pencernaan buaya yang mungkin suatu hari dapat dimanfaatkan sebagai terapi kanker, anti-penuaan, hingga peningkat daya tahan tubuh.
Simbol Konservasi dan Harapan Ilmiah
Di tengah sorotan ilmiah, Henry menjadi simbol penting konservasi reptil purba. Populasi buaya Nil kini menghadapi tekanan akibat kehilangan habitat, konflik dengan manusia, dan perburuan liar.
Melindungi individu luar biasa seperti Henry bukan hanya soal menyelamatkan satu spesies, tetapi juga menjaga warisan biologis yang bisa berkontribusi besar pada masa depan ilmu pengetahuan dan kesehatan manusia.
Dengan usianya yang menyentuh 125 tahun, Henry bukan sekadar binatang tua yang bertahan hidup. Ia adalah saksi hidup dari kekuatan evolusi, ketahanan ekstrem, dan potensi ilmiah yang masih belum sepenuhnya dipahami.***