Jakarta, Mevin.ID – Setelah lebih dari satu dekade terpecah dalam dualisme, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) akhirnya kembali ke satu suara. Dalam Musyawarah Nasional ke-X yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (26/6/2025), Ketua Umum HKTI Moeldoko secara simbolis dan tegas menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono.
“HKTI hanya satu, dan satu HKTI,” tegas Moeldoko disambut riuh tepuk tangan ratusan pengurus daerah.
Momen penuh simbol itu ditandai dengan hormat dan kepalan tangan Sudaryono, yang berdiri di barisan depan dan berteriak lantang, “HKTI!” — sebuah sinyal semangat baru dalam tubuh organisasi tani terbesar di Indonesia ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Akhir dari Perpecahan, Awal Babak Baru Petani Indonesia
Dalam rapat pimpinan (Rapim) sebelumnya, para tokoh HKTI telah bersepakat menunjuk Sudaryono sebagai pemimpin baru. Langkah ini sekaligus menandai berakhirnya faksi-faksi dalam tubuh HKTI yang selama ini dinilai memperlambat langkah organisasi dalam memperjuangkan nasib petani.
Moeldoko yang telah memimpin HKTI selama 10 tahun mengajak seluruh anggota untuk fokus kembali pada esensi perjuangan organisasi: petani.
“Kita mesti memikirkan petani, jangan lagi memperbincangkan perbedaan di antara kita. Itu sudah lewat,” ujar mantan Panglima TNI itu.
Petani Butuh Perlindungan, Bukan Perpecahan
Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) HKTI, Oesman Sapta Odang (OSO), yang turut hadir, menyatakan optimisme bahwa peleburan dua kubu ini akan berjalan mulus hingga ke tingkat akar rumput.
“Petani adalah tulang punggung dan salah satu kekuatan bangsa. HKTI harus lebih sering turun ke desa, mendengar suara petani, dan melindungi mereka,” tegas OSO.
Dengan jumlah petani yang mencapai 76 juta jiwa, OSO menilai HKTI tak boleh lagi sibuk dengan konflik internal.
Pesan Menteri Pertanian: Rangkul Semua, Kerja Nyata!
Menteri Pertanian Amran Sulaiman turut memberi pesan tegas dalam Munas tersebut. Ia meminta kepada Ketua Umum terpilih Sudaryono untuk merangkul semua pihak, tanpa kecuali, namun tetap mengedepankan kinerja nyata.
“Rangkul semuanya masuk ke organisasi. Tapi kalau ada yang tidak kerja, tinggal dicoret,” ujar Amran lugas.
Dengan mandat baru dan semangat persatuan, HKTI kini menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk benar-benar menjadi jembatan antara kebijakan pertanian nasional dan suara petani di lapangan.***