Jakarta, Mevin.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) anjlok signifikan sebesar 6 persen ke level 6.076 pada perdagangan Selasa (18/3/2025).
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengungkapkan bahwa penurunan ini dipicu oleh sentimen global, termasuk kebijakan terbaru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Penurunan indeks ini sebenarnya sudah terjadi sejak minggu lalu. Beberapa isu global yang muncul membuat investor memilih untuk menunggu dan melihat perkembangan (wait and see). Penurunan hari ini sebagian besar dipicu oleh respons investor asing terhadap update kebijakan dari Donald Trump,” jelas Iman di kantor BEI, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Pada penutupan perdagangan hingga Selasa 18 Maret 2025 pukul 16.00 WIB, IHSG tercatat di level 6.223,39, turun 248,56 poin atau 3,84 persen. Penurunan ini menambah catatan merah IHSG yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Apa Itu Keruntuhan Pasar Saham?
Mengutip investorpedia.com, keruntuhan pasar saham didefinisikan sebagai penurunan harga saham secara cepat dan sering kali tidak terduga. Fenomena ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti bencana besar, krisis ekonomi, atau pecahnya gelembung spekulatif jangka panjang.
Kepanikan publik juga sering menjadi penyebab utama, memicu penjualan massal yang semakin menekan harga saham.
Sejarah mencatat beberapa keruntuhan pasar saham terkenal, seperti pada masa Depresi Besar 1929, Senin Hitam 1987, pecahnya gelembung dotcom tahun 2001, krisis keuangan 2008, dan penurunan pasar saham global selama pandemi COVID-19 pada Maret 2020.
Poin-Poin Utama Keruntuhan Pasar Saham
- Penurunan Tiba-tiba: Keruntuhan pasar saham ditandai dengan penurunan harga saham secara drastis dalam waktu singkat, yang dapat mengindikasikan pelemahan pasar jangka panjang atau kesulitan ekonomi di masa depan.
- Kepanikan Investor: Ketakutan dan perilaku panik di kalangan investor sering memperburuk situasi, memicu penjualan massal yang semakin menekan harga.
- Upaya Pencegahan: Beberapa langkah telah diambil untuk mencegah keruntuhan pasar, seperti pemutus arus (circuit breaker) dan pembatasan perdagangan, yang bertujuan mengurangi dampak penurunan pasar secara tiba-tiba.
Pemutus Sirkuit dan Upaya Stabilisasi Pasar
Sejak keruntuhan pasar saham pada tahun 1929 dan 1987, berbagai mekanisme pengaman telah diterapkan untuk mencegah penurunan pasar yang drastis.
Salah satunya adalah pemutus sirkuit (circuit breaker), yang menghentikan sementara perdagangan saham ketika terjadi penurunan tajam dalam indeks saham.
Contohnya, Bursa Efek New York (NYSE) menerapkan tiga level ambang batas pemutus sirkuit berdasarkan penurunan Indeks S&P 500:
- Level 1: Penurunan 7% menghentikan perdagangan selama 15 menit.
- Level 2: Penurunan 13% juga menghentikan perdagangan selama 15 menit.
- Level 3: Penurunan 20% menghentikan perdagangan untuk sisa hari tersebut.
Selain itu, upaya stabilisasi pasar juga dapat dilakukan oleh entitas besar yang membeli saham dalam jumlah signifikan, memberikan sinyal positif kepada investor retail. Salah satu contoh historis adalah peran JP Morgan dalam menopang pasar selama Kepanikan 1907.
Baca Juga: IHSG Anjlok, Wakil Ketua DPR Kunjungi BEI untuk Yakinkan Pasar Tetap Tenang
Dampak Keruntuhan Pasar Saham
Keruntuhan pasar saham tidak hanya menghapus nilai investasi dalam waktu singkat, tetapi juga dapat memicu resesi atau depresi ekonomi.
Investor yang menjual saham setelah harga turun drastis atau membeli saham secara berlebihan sebelum keruntuhan sering kali mengalami kerugian besar.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah keruntuhan pasar, ketidakpastian global dan sentimen investor tetap menjadi faktor krusial yang memengaruhi stabilitas pasar saham. (*)
Penulis : Debar
Editor : Debar





















