Jakarta, Mevin.ID – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernitas global, Indonesia justru tampil sebagai negara paling spiritual. Berdasarkan laporan terbaru Pew Research Center tahun 2025, 95 persen warga Indonesia menyatakan rutin berdoa setiap hari—angka tertinggi di dunia.
Persentase ini setara dengan 269,3 juta jiwa dari total populasi nasional yang kini mencapai 283,4 juta, menurut data Bank Dunia. Artinya, hampir seluruh masyarakat Indonesia masih menempatkan doa sebagai bagian penting dari kehidupan harian.
Rajin Berdoa, Negara Berkembang Unggul
Indonesia mengungguli Kenya dan Nigeria (84 persen), Malaysia (80 persen), dan Filipina (79 persen). Menyusul di bawahnya adalah Brasil, Bangladesh, Ghana, Sri Lanka, dan Kolombia dengan rentang 71-76 persen.
Fenomena ini menarik karena menunjukkan bahwa negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin—yang mayoritas berpendapatan menengah ke bawah—justru memiliki intensitas spiritual yang tinggi.
Baca Juga : Antara Langit dan Lumpur: Spiritualitas di Negeri Kontras
“Semakin besar peran agama dalam kehidupan sosial suatu negara, semakin tinggi pula kemungkinan warganya mempertahankan kebiasaan berdoa,” tulis Pew dalam laporannya.
Umat Muslim dan Shalat Lima Waktu
Pew menyebutkan bahwa umat Islam adalah kelompok paling konsisten dalam berdoa harian. Di Indonesia, sekitar 236 juta jiwa adalah Muslim, dan menjalankan shalat lima waktu sebagai kewajiban harian. Hal serupa terjadi di Malaysia dan Bangladesh, yang juga mencatat angka tinggi dalam praktik doa.
Sementara itu, Filipina dan Brasil, dua negara Katolik terbesar, juga menunjukkan tradisi doa harian yang kuat. Adapun Kenya dan Nigeria yang mayoritas Kristen, menegaskan bahwa iman masih menjadi fondasi sosial utama.
Negara Barat: Modern Tapi Sepi Doa
Sebaliknya, tren berbeda terlihat di negara-negara Barat. Prancis, Jerman, dan Swedia menunjukkan tingkat doa harian di bawah 20 persen. Bahkan di Amerika Serikat, negara dengan sejarah religius yang kuat, hanya 44 persen warga yang rutin berdoa.
Namun, karena populasinya besar, Amerika Serikat tetap mencatat 149 juta orang yang berdoa harian—masih termasuk angka yang signifikan secara global.
Antara Spiritualitas dan Modernitas
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah spiritualitas justru tumbuh subur di tengah keterbatasan ekonomi? Atau, apakah negara-negara maju mulai kehilangan kebutuhan akan pegangan transenden karena kehidupan yang “terlalu nyaman”?
Bagi Indonesia, peringkat tertinggi ini bukan sekadar statistik, tapi cermin bahwa di balik hiruk-pikuk teknologi dan urbanisasi, doa masih menjadi bahasa hati yang paling jujur.
Dalam dunia yang serba cepat dan penuh ketidakpastian, doa tetap menjadi jeda yang menyatukan manusia dengan harapan. Apakah ini kekuatan tersembunyi bangsa kita?***





















