Bekasi, Mevin.ID – Ratusan wartawan dan pimpinan media dari Kota dan Kabupaten Bekasi menyatakan sikap bersama dalam sebuah dialog terbuka bertajuk “Pers Menjaga Marwah dalam Tantangan Zaman dan Era Digital”.
Acara ini digelar di Saung Jajaka, Tambun Utara, Kamis (3/7/2025), dan diinisiasi oleh sejumlah organisasi profesi seperti PWI, SMSI, AWIBB, IWO, serta didukung oleh tokoh masyarakat dan ormas se-Bekasi Raya.
Dialog ini merupakan respons atas pernyataan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebut bahwa media sosial lebih penting dibandingkan media massa, dan menyarankan agar pemerintah tak perlu lagi menjalin kerja sama dengan media konvensional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan tersebut dinilai tidak hanya merendahkan profesi jurnalis, tetapi juga berpotensi membahayakan ekosistem demokrasi dan hak publik atas informasi yang terverifikasi.
Reaksi Tegas dari Insan Pers
Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, S.H., mengecam pernyataan tersebut karena dinilai menyesatkan persepsi publik dan melemahkan posisi strategis media profesional.
“Kalau media dianggap tidak penting, siapa lagi yang menyuarakan kepentingan rakyat? Jangan sampai demokrasi kita dibajak oleh algoritma tanpa etika,” tegas Ade.
Senada, Ketua SMSI Kabupaten Bekasi, Doni Ardon, menekankan bahwa kemitraan antara media dan pemerintah adalah bagian tak terpisahkan dari transparansi dan pelayanan publik yang akuntabel.
“Pers bukan sekadar saluran informasi, tapi bagian dari sistem pengawasan demokrasi. Tidak bisa digantikan oleh platform tanpa verifikasi,” ujarnya.
Pernyataan Sikap Insan Pers Bekasi Raya:
- Menolak segala bentuk peremehan terhadap media massa, karena bertentangan dengan semangat konstitusi dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
- Menuntut klarifikasi resmi dari Gubernur Jawa Barat atas pernyataan yang dianggap merendahkan martabat pers profesional.
- Menegaskan pentingnya kemitraan strategis antara media dan pemerintah, bukan hanya hubungan transaksional, melainkan kolaboratif demi kepentingan publik.
- Mendorong wartawan dan pemilik media untuk tetap menjunjung tinggi profesionalisme, bersikap kritis, dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik.
- Mengajak masyarakat dan tokoh masyarakat untuk turut menjaga eksistensi media lokal sebagai pilar demokrasi yang tak bisa digantikan oleh viralitas media sosial.
Pesan Kuat Melawan Narasi Merendahkan Media
Dalam spanduk besar yang terpasang di lokasi acara, terlihat jelas pesan-pesan perlawanan terhadap narasi yang melemahkan media, antara lain:
- “Pers bukan buzzer, media bukan musuh pemerintah”
- “Tanpa verifikasi, asal viral”
- “Apa jadinya kalau media dianggap tidak penting?”
Dialog ini menjadi pengingat bahwa pers adalah garda depan penyampai informasi yang akurat dan berimbang, bukan alat propaganda atau sekadar penggiring opini.
“Kami tidak akan diam. Kami bersatu. Kami adalah penjaga demokrasi,” tegas para jurnalis yang hadir dalam satu suara.***
Penulis : Clendy Saputra
Editor : Pratigto