Bandung Barat, Mevin.ID — Di balik impian warga untuk mengubah nasib di negeri orang, tersimpan potret buram perdagangan harapan. Kabupaten Bandung Barat kini tercatat sebagai salah satu kantung terbesar pengirim Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal di Jawa Barat.
Selama tahun 2024, tercatat 77 kasus PMI ilegal dari wilayah ini. Dan hanya dalam enam bulan pertama 2025, 17 kasus serupa kembali terjadi. Data ini dirilis langsung oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bandung Barat.
“Animo masyarakat Bandung Barat untuk bekerja di luar negeri memang tinggi. Tapi sayangnya, mereka belum punya pemahaman yang cukup soal jalur resmi. Celah inilah yang dimanfaatkan para calo,” ujar Dewi Andani, Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) Disnakertrans Bandung Barat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketika Janji Manis Mengalahkan Logika
Kondisi ekonomi yang mendesak, kebutuhan hidup yang kian menekan, membuat tawaran kerja ke luar negeri dengan proses “instan” sangat menggoda. Dalam waktu dua minggu, para calo bisa memberangkatkan siapa pun, meski tanpa dokumen resmi, tanpa perlindungan hukum, bahkan dengan visa kunjungan yang tak seharusnya digunakan untuk bekerja.
“Mereka tahunya jalur cepat. Padahal itu justru berbahaya. Tidak ada perjanjian kerja, tidak ada jaminan asuransi, dan rawan eksploitasi,” lanjut Dewi.
Disnakertrans Bandung Barat mengakui lonjakan laporan kasus ilegal ini mulai tampak jelas sejak mereka aktif melakukan road show edukasi dan sosialisasi di 16 kecamatan. Sayangnya, pemahaman belum selalu sebanding dengan pilihan rasional di lapangan.
Legal Itu Melindungi, Ilegal Itu Membahayakan
Melalui jalur resmi, pemerintah menjamin perlindungan penuh terhadap PMI sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2017. Dari keberangkatan, saat bekerja di negara tujuan, hingga saat pulang kembali, seluruh proses dijamin negara—termasuk asuransi dan kejelasan kontrak kerja.
Namun bagi yang memilih jalur calo, risiko yang dihadapi bukan hanya soal gaji tak dibayar atau bekerja di sektor ilegal. Dalam kasus yang lebih ekstrem, mereka bisa menjadi korban perdagangan manusia.
“Jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan, perusahaan resmi wajib bertanggung jawab. Tapi kalau lewat calo, siapa yang akan peduli?” tegas Dewi.
Saat ini, pemerintah daerah baru sebatas bisa mengimbau. Belum ada solusi struktural yang bisa langsung menutup celah-celah ini. Tapi edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tetap menjadi prioritas.***