Jangan Paksa Dunia Mengikuti Kehendakmu – Inilah Nasihat Epictetus yang Menguatkan Jiwa

- Redaksi

Sabtu, 10 Mei 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Marcus Aurelius, stoikisme dan cara praktiknya (Pixabay/Mikewildadventure)

Marcus Aurelius, stoikisme dan cara praktiknya (Pixabay/Mikewildadventure)

DI TENGAH dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak dari kita ingin segalanya berjalan sesuai rencana. Kita ingin cuaca cerah saat bepergian, atasan yang selalu menghargai, pasangan yang peka, dan jalanan yang selalu lancar.

Namun, dunia tidak pernah tunduk pada keinginan kita. Di sinilah nasihat kuno dari filsuf Stoik, Epictetus, menjadi suluh dalam gelapnya frustrasi: “Jangan berusaha membuat segala sesuatu terjadi sebagaimana kamu menginginkannya, tetapi inginkan agar segala sesuatu terjadi sebagaimana adanya—dan hidupmu akan berjalan dengan baik.”

Ini bukan ajakan untuk pasrah, tapi undangan untuk memahami batas kendali kita. Bagi Epictetus, inti dari kebahagiaan bukan terletak pada mengendalikan dunia, tapi menguasai reaksi kita terhadapnya.

Antara Kendali dan Takdir

Epictetus membagi kehidupan menjadi dua ranah: hal-hal yang ada dalam kendali kita, dan hal-hal yang tidak. Sikap, keputusan, usaha—ini semua ada di tangan kita. Tapi cuaca, opini orang, hasil dari upaya, bahkan tubuh kita sendiri pada titik tertentu—semuanya di luar kendali penuh.

Ketika kita mencampuradukkan keduanya, kita membuka pintu bagi kecemasan, kemarahan, dan rasa putus asa. Tetapi saat kita mampu menerima kenyataan dengan lapang dada, dan fokus hanya pada yang bisa kita ubah, di sanalah kita menemukan kekuatan sejati.

Relevansi di Era Digital

Media sosial dan budaya pencapaian seringkali memicu dorongan untuk selalu mengatur segalanya: citra diri, respons orang lain, bahkan algoritma. Kita terseret dalam ilusi bahwa semua bisa dikontrol, sehingga ketika sesuatu berjalan tak sesuai rencana, kita merasa gagal.

Padahal, seperti kata Epictetus, kebebasan sejati datang ketika kita berhenti menggenggam hal-hal di luar kuasa kita. Saat kita berhenti memaksa dunia untuk mengikuti skenario kita, kita mulai melihat kehidupan dengan mata yang lebih jernih.

Menguatkan Jiwa, Bukan Melarikan Diri

Menyerah pada kenyataan bukan berarti pasif. Dalam Stoikisme, penerimaan (acceptance) justru adalah kekuatan aktif—semacam disiplin batin yang melatih kita untuk tetap tenang dalam badai, dan tetap bertindak bijak di tengah kekacauan.

Ketika kita menerima bahwa orang lain bisa bersikap tidak adil, lalu memilih tetap bertindak adil—di situlah karakter kita dibentuk. Ketika kita sadar bahwa jalan hidup tak selalu mulus, tapi kita tetap melangkah—di situlah jiwa kita mengeras menjadi baja.

Hidup sebagai Latihan, Bukan Pertunjukan

Bagi Epictetus, hidup bukan tentang tampil sempurna, tapi tentang berlatih terus-menerus menjadi pribadi yang kuat, sabar, dan jernih pikirannya. Dunia tak akan selalu memberi kita apa yang kita mau. Tapi kita bisa selalu memilih bagaimana meresponsnya.

Jadi, saat hidup tak berjalan sesuai harapan—gagal ujian, batal berangkat, ditolak seseorang, atau dibohongi teman—ingatlah satu hal: itu bukan akhir dunia.

Itu bagian dari latihan. Dan mungkin, itu jalan terbaik agar kita tak jadi budak keinginan, tapi tuan bagi jiwa kita sendiri.***

Facebook Comments Box

Penulis : Bar Bernad

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya
Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates
Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai
Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital
Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex
Ketersendirian Pahlawan dan Mandat untuk Menang: Filosofi Eksistensialisme dalam Perjuangan Pribadi
Ketangguhan Desa dan Sinergi Pentahelix Hadapi Krisis Iklim
Marsinah, Antara Pengakuan dan Penghapusan

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 11:59 WIB

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 November 2025 - 09:25 WIB

Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates

Jumat, 14 November 2025 - 08:02 WIB

Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai

Kamis, 13 November 2025 - 19:21 WIB

Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital

Kamis, 13 November 2025 - 15:25 WIB

Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex

Berita Terbaru

Humaniora

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 Nov 2025 - 11:59 WIB