Jakarta, Mevin.ID – Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyebut akan membagikan uang Rp10 juta per kepala keluarga jika menjadi Gubernur DKI Jakarta, menuai kritik tajam.
Salah satu tanggapan datang dari Anggota DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, yang menyebut pernyataan itu sebagai bentuk “sesat pikir dalam memahami APBD.”
“Seorang gubernur seharusnya paham fungsi dan tujuan APBD. Minimal bisa membedakan mana yang APBD, mana yang bansos,” kata Rio saat ditemui di Jakarta, Jumat (9/5/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Janji Politik vs Logika Anggaran
Sebelumnya, Dedi Mulyadi dalam forum Munas Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) di Bandung pada 6 Mei lalu menyebut bahwa APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp90 triliun seharusnya bisa dibagikan langsung ke warga.
“Jakarta itu ada 10 juta penduduk, dua juta kepala keluarga. Rp90 triliun cukup untuk kasih Rp10 juta per kepala keluarga, karena cuma butuh Rp20 triliun,” kata Dedi dalam pidatonya.
Pernyataan itu dianggap simplistik dan menyesatkan oleh banyak pihak, termasuk Dwi Rio.
APBD Bukan “Dompet Pribadi” Pemerintah
Rio menjelaskan, APBD adalah instrumen utama dalam membangun pelayanan publik dan pembangunan daerah, bukan sekadar dana bantuan sosial yang bisa dibagi rata. Ia menilai narasi yang berkembang dari pernyataan Dedi berpotensi merusak pemahaman publik terhadap fungsi APBD.
“APBD itu bukan dana konsumtif. Itu adalah pedoman kerja untuk membiayai pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi, hingga membuka lapangan kerja,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa DKI Jakarta berbeda dengan provinsi lain karena memiliki lima kota administrasi dan satu kabupaten yang tidak otonom, sehingga tidak memiliki APBD sendiri seperti daerah kabupaten/kota pada umumnya. “Jadi APBD DKI adalah gabungan dari seluruh wilayah administratif yang ada, dan pengelolaannya jauh lebih kompleks,” jelasnya.
Kritik: Gubernur Perlu Cakap Soal Tata Kelola
Rio menyayangkan bila pernyataan seperti itu datang dari sosok kepala daerah yang justru seharusnya memahami teknis dan tanggung jawab pengelolaan anggaran publik.
“Kalau kepala daerah tidak bisa membedakan APBD dan bansos, maka ke depan kita hanya akan disuguhi janji politik yang bombastis tapi tidak berpijak pada realitas,” katanya.
APBD DKI Tertinggi Sepanjang Sejarah
Sebagai informasi, APBD DKI Jakarta 2025 tercatat sebesar Rp91,34 triliun, tertinggi sepanjang sejarah ibu kota. Fokus utamanya bukan pada distribusi uang tunai, melainkan pada pembiayaan program strategis pusat, penyediaan layanan dasar, dan pembangunan jangka panjang.
Dengan kondisi tersebut, janji politik seperti “bagi-bagi Rp10 juta per KK” tidak hanya dianggap menyesatkan, tapi juga merendahkan kompleksitas tata kelola pemerintahan.***