Jakarta, Mevin.ID — Operasi tangkap tangan yang menyeret Gubernur Riau Abdul Wahid membuka skandal baru di balik pengelolaan anggaran infrastruktur daerah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut adanya “jatah preman” atau potongan khusus bagi kepala daerah dari proyek yang digarap Dinas PUPR-PKPP.
“Penambahan anggaran di PUPR itu kemudian disertai japrem sekian persen untuk kepala daerah. Itu modusnya,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (4/11/2025) malam.
KPK mengamankan 10 orang dalam OTT pada Senin petang, termasuk:
- Gubernur Riau Abdul Wahid
- Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan
- Sekretaris Dinas Ferry Yunanda
- Orang kepercayaan gubernur Tata Maulana
- Lima Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Sementara tenaga ahli gubernur, Dani M. Nursalam, baru menyerahkan diri malam berikutnya.
Dalam operasi tersebut, penyidik juga menyita uang tunai dalam rupiah, dolar AS, hingga poundsterling—total setara Rp 1,6 miliar. Menurut KPK, transaksi itu hanya sebagian dari penyerahan dana yang sudah berlangsung sebelumnya.
Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka usai gelar perkara tingkat pimpinan. Detail nama dan konstruksi kasus akan dipaparkan KPK melalui konferensi pers, Rabu (5/11).
Modus “jatah preman” dalam pengadaan publik bukan cerita baru. Namun ketika praktik lama ini masih bercokol hingga level kepala daerah, kita patut bertanya: seberapa mahal pembangunan yang harus dibayar rakyat?***




















