Bandung, Mevin.ID – Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat resmi menerbitkan dokumen penjelasan teknis terkait larangan pemberian pekerjaan rumah (PR) bagi siswa di seluruh jenjang SMA/SMK/SLB.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari apa yang disebut sebagai Edaran Gubernur Jawa Barat tentang Optimalisasi Pembelajaran di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dalam surat Nomor: 14057/PK.03/SEKRE, yang diterima media pada Selasa (10/6/2025), Kadisdik Jabar Purwanto menegaskan bahwa pemberian tugas sebaiknya dioptimalkan selama jam efektif pembelajaran di sekolah, bukan dibawa ke rumah dalam bentuk tugas tertulis dari tiap mata pelajaran.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tugas lebih diarahkan pada kegiatan reflektif dan eksploratif, seperti proyek pembelajaran yang meningkatkan kesadaran siswa terhadap keluarga, alam, dan lingkungan sekitar,” tulis Purwanto dalam surat yang ditandatangani 5 Juni 2025.
PR Diganti Proyek, Bakat Diberi Ruang
Dengan diterapkannya edaran ini, sekolah didorong untuk memberikan ruang bagi penguatan karakter dan pengembangan minat bakat siswa di luar jam pelajaran. Siswa didorong untuk menggunakan waktu di rumah untuk hal-hal produktif: membantu orang tua, berolahraga, membaca, bermain musik, bahkan bertani atau berdagang.
Kebijakan ini juga mewajibkan pendamping satuan pendidikan untuk memantau dan melaporkan pelaksanaannya ke kepala cabang dinas wilayah masing-masing. Penugasan hanya boleh diberikan maksimal 60 persen dari waktu tatap muka, khususnya bagi siswa yang belum mencapai kompetensi dasar, dan disarankan untuk diselesaikan melalui pembelajaran remedial di sekolah.
Gubernur Dedi: PR Sering Dikerjakan Orang Tua
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, saat ditemui di Gedung Pakuan, Rabu (4/6), menegaskan bahwa guru dilarang memberi PR tertulis karena sering kali justru bukan siswa yang mengerjakannya.
“Anak pulang sekolah capek, terus disuruh kerjain PR. Yang ngerjain malah orang tuanya. Buat apa? Saya ingin anak di rumah bisa baca buku dengan rileks, bantu orang tua di warung, atau main musik,” ujar Dedi.
Ia ingin mengembalikan rumah sebagai tempat tumbuh yang menyenangkan dan produktif—bukan tempat anak stres karena PR yang menumpuk.
Kontroversi: Surat Gubernur Belum Ditemukan
Meski Disdik Jabar menyebut edaran teknis ini merupakan tindak lanjut dari Edaran Gubernur Jabar Nomor: 81/PK.03/DISDIK.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah edaran tersebut sudah resmi terbit atau hanya sebatas arahan lisan dari Gubernur?
Antara Relaksasi dan Tanggung Jawab Akademik
Di tengah debat antara efektivitas PR dan beban akademik, kebijakan ini jelas membawa nuansa baru dalam pendekatan pendidikan di Indonesia. Pendekatan ini selaras dengan visi pendidikan holistik: membentuk karakter dan kemandirian, bukan hanya nilai angka semata.
Namun, tetap dibutuhkan pemantauan serius agar “bebas PR” tidak berujung pada “bebas belajar.” Pendidikan tetap membutuhkan disiplin, arahan, dan struktur—yang tak selalu harus dibawa pulang, tapi juga tak boleh ditinggalkan begitu saja.***