Jakarta, Mevin.ID – Pengadaan pesawat jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI saat Pemilu 2024 resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (7/5).
Pelapornya bukan sembarangan: koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Transparency International (TI) Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia.
Masalahnya? Nilai kontrak dianggap janggal dan penyedia jet tidak punya pesawat.
Menurut peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono, nilai kontrak sewa jet pribadi selama Januari–Februari 2024 mencapai Rp65 miliar. Padahal pagu anggarannya hanya Rp46 miliar. “Ada selisih besar yang tidak bisa diabaikan,” kata Agus di Gedung Merah Putih KPK.
Masih menurut Agus, perusahaan penyedia jasa jet itu terbilang baru—berdiri pada 2022—dan tidak memiliki armada pesawat sendiri.
Sementara peneliti Trend Asia, Zakki Amali, menyoroti alasan KPU menggunakan jet untuk menjangkau daerah terluar. “Faktanya, dari 59 trip, 60 persen justru ke kota-kota besar seperti Bali, Malang, hingga Surabaya,” ujar Zakki. “Itu bisa pakai pesawat komersial.”
Lebih lanjut, kata Zakki, ada tiga pesawat yang digunakan: dua terdaftar di Indonesia, satu lagi teregister di luar negeri.
Pertanyaannya kini: untuk siapa sebenarnya jet-jet itu terbang?
Publik berhak tahu, terutama ketika penggunaan dana publik menabrak batas rasional. KPU sendiri mengklaim penggunaan jet untuk keperluan logistik. Namun investigasi publik kini bicara sebaliknya.***




















