Jakarta, Mevin.ID – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mewajibkan siswa memulai aktivitas belajar sejak pukul 06.00 WIB memicu kritik tajam dari parlemen. Salah satu yang paling vokal adalah Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, yang meminta agar aturan ini segera dikaji ulang karena dinilai tidak mempertimbangkan kenyamanan dan efektivitas pembelajaran.
“Tolong ini dikaji dan dianalisis lebih mendalam,” tegas Lalu saat memberi pernyataan di Jakarta, Selasa (3/6/2025), dikutip dari Antara.
Disiplin Penting, Tapi Jangan Abaikan Psikologi Siswa
Menurut Lalu, kedisiplinan memang merupakan nilai penting dalam dunia pendidikan. Namun, jika diterapkan tanpa pendekatan psikologis yang matang, justru bisa kontraproduktif. Ia menyebut bahwa memulai pelajaran terlalu pagi berisiko membuat siswa—terutama di jenjang SD dan SMP—ngantuk, kehilangan fokus, dan mengalami penurunan performa akademik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia pun mengingatkan bahwa kebijakan serupa pernah diterapkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan berujung pada hasil yang jauh dari harapan. Anak-anak bukannya makin semangat, tapi malah kelelahan saat tiba di sekolah.
“Kenyamanan dalam belajar itu tidak boleh diabaikan. Ini bukan hanya soal administrasi atau ketertiban, tapi tentang kesiapan fisik dan mental anak-anak kita,” katanya.
Harus Libatkan Semua Pemangku Kepentingan
Lalu menekankan bahwa kebijakan pendidikan seharusnya tidak diambil secara sepihak. Ia mendorong agar Gubernur Dedi Mulyadi membuka ruang dialog dengan berbagai pemangku kebijakan—dari Dinas Pendidikan Provinsi hingga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah—sebelum menerapkan kebijakan yang berdampak langsung pada jutaan siswa.
“Jangan sampai niat baik berubah jadi bumerang hanya karena tidak melibatkan para pihak terkait,” ujarnya mengingatkan.
Tak Hanya Jam Masuk, Ada Juga Aturan Jam Malam
Sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Nomor 51/PA.03/Disdik, Gubernur Dedi juga menetapkan aturan jam malam bagi pelajar: tidak boleh beraktivitas di luar rumah sejak pukul 21.00 hingga 04.00 WIB.
Kebijakan ini mulai berlaku Juni 2025 dan diterapkan di seluruh kabupaten/kota se-Jawa Barat, termasuk pengawasan hingga ke tingkat kecamatan dan desa.
Sejumlah kalangan menyambut niat baik ini sebagai upaya menciptakan ketertiban dan kedisiplinan, namun suara publik mulai mempertanyakan efektivitasnya. Apakah kebijakan ini lahir dari kajian ilmiah, atau sekadar pendekatan formal tanpa melihat realitas psikologis siswa?***