Jenewa, Mevin.ID – Sekitar 20 negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat dalam rapat Dewan Perdagangan Barang WTO baru-baru ini.
Menurut sumber yang dekat dengan WTO pada Jumat (11/4), sejumlah negara seperti China, Swiss, Norwegia, Kazakhstan, Selandia Baru, Inggris Raya, Australia, Singapura, Kanada, dan Jepang termasuk di antara delegasi yang menyampaikan keprihatinan mereka. Rusia pun disebut ikut menyatakan keberatannya dalam forum tersebut.
“Setidaknya 20 delegasi menyatakan kritik mereka terhadap Amerika Serikat,” ujar sumber tersebut.
Delegasi China secara khusus menyoroti dampak besar dari kebijakan tarif AS yang dinilai menambah ketidakpastian ekonomi global. Dalam pernyataannya, China menyebut kebijakan AS telah menciptakan “disrupsi baru setiap hari” yang mengganggu stabilitas yang selama ini menjadi andalan bagi negara dan pelaku usaha di seluruh dunia.
Sebagai respons atas pernyataan tersebut, perwakilan AS memilih tidak berkomentar lebih lanjut, dengan alasan bahwa isu tersebut telah dibawa ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Kritik ini muncul tak lama setelah Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada 2 April 2025 yang menetapkan tarif impor “resiprokal” kepada puluhan negara, di samping tarif dasar sebesar 10 persen. Tarif resiprokal tersebut rencananya diberlakukan berdasarkan defisit perdagangan yang dialami AS dengan masing-masing negara mitra dagang.
Namun, secara mengejutkan, pada tanggal 9 April—hari dimulainya pemberlakuan tarif—Trump mengumumkan penundaan penerapan tarif resiprokal. Ia menyebut hanya tarif dasar 10 persen yang akan diberlakukan dalam 90 hari ke depan, sembari menyatakan bahwa lebih dari 75 negara telah memilih untuk tidak mengambil langkah balasan dan meminta negosiasi lebih lanjut.
Meski demikian, ketegangan tetap meningkat, terutama dengan China. AS disebut telah menaikkan tarif impor terhadap berbagai produk asal China hingga mencapai 145 persen, dan dibalas oleh China dengan pemberlakuan tarif sebesar 84 persen terhadap produk asal AS.
Langkah ini dinilai berpotensi memperburuk perang dagang global, serta memperdalam kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia yang lebih luas akibat ketidakpastian arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat.***





















