KOLOM AGUS PAKPAHAN
Pada Imajinasi ini kita belajar dari pengalaman Jepang ketika Perang Dunia II baru saja usai.
Jenderal MacArthur memiliki visi luar biasa untuk membangkitkan bangsa Jepang dari kehancuran akibat perang.
Pilihan MacArthur luar biasa: Koperasi sebagai solusi. Silakan baca uraian selanjutnya mengapa dan apa saja yang dibangkitkan oleh kebijakan Jenderal Douglas MacArthur dengan koperasi yang dibangunnya. Salam koperasi.
***
Sebuah Narasi Sejarah dengan Data Faktual
Prolog: Jepang 1945 – Negeri yang Hancur dan Lapar
Tanggal 2 September 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Kota-kota seperti Tokyo dan Hiroshima luluh lantak.
Inflasi meroket, produksi beras hanya 60% dari kebutuhan, dan 30 juta orang menghadapi kelaparan. Di pedesaan, petani penggarap masih terbelenggu sistem feodal: 70% lahan dikuasai tuan tanah (zaibatsu), sementara petani hanya mendapat 30% hasil panen.
Di tengah keputusasaan, datanglah Jenderal Douglas MacArthur, Supreme Commander for the Allied Powers (SCAP), dengan misi: “Membangun Jepang yang demokratis dan anti-militeris.”
1: Reformasi Lahan Pertanian – Akar Perubahan
Tahun 1946, SCAP mengeluarkan Undang-Undang Reformasi Lahan Pertanian. Tujuannya:
1. Menghancurkan kekuatan tuan tanah feodal yang dianggap akar militerisme.
2. Menciptakan petani pemilik lahan kecil sebagai basis ekonomi demokratis.
Data Historis:
– Sebelum reformasi: 46% lahan pertanian dikuasai 10% tuan tanah.
– 1947–1950: 90% lahan didistribusikan ke 4,2 juta petani penggarap.
– Petani kini memiliki rata-rata 2 hektar lahan.
Kisah Kiyoko, Petani di Fukuoka:
“Sebelum perang, keluarga kami harus menyerahkan separuh panen ke tuan tanah. Setelah reformasi, kami punya lahan sendiri. Tapi… bagaimana menjual hasil panen? Alat pertanian mahal, kami butuh kredit.”
2: Lahirnya JA Group – Koperasi Pertanian Modern
1947, SCAP mendorong disahkannya Undang-Undang Koperasi Pertanian (Nōgyō Kyōdō Kumiai Hō). Koperasi pertanian (kini JA Group/Japan Agricultural Cooperatives) dibentuk dengan 3 pilar:
1. Kredit: JA Bank menyediakan pinjaman berbunga rendah.
2. Pemasaran: Menjual hasil panen kolektif untuk tekan biaya.
3. Suplai: Membeli pupuk dan alat pertanian secara massal.
Fakta Penting:
– 1954: 99% petani Jepang tergabung dalam JA Group.
– 1955: JA Bank menjadi lembaga keuangan terbesar di Jepang.
– Kontroversi: SCAP awalnya khawatir koperasi akan menjadi terlalu kuat, tetapi memilih mendukungnya sebagai penyeimbang kekuatan zaibatsu.
Kiyoko Bercerita Lagi:
“Melalui JA, kami beli traktor bersama. Hasil panen dijual ke kota dengan harga lebih baik. Anak saya bisa sekolah berkat pinjaman dari koperasi.”
3: Koperasi Konsumen – Solusi Kelaparan Kota
Di perkotaan, inflasi mencapai 10.000% pada 1946. Rakyat antre berjam-jam untuk beras dan ikan. 1948, sekelompok ibu rumah tangga di Tokyo membentuk koperasi konsumen pertama. Mereka membeli beras langsung dari JA Group untuk hindari tengkulak.
Data Historis:
– 1951: Japanese Consumers’ Co-operative Union (JCCU) resmi berdiri.
– 1955: JCCU memiliki 1,2 juta anggota, menyuplai 15% kebutuhan pangan Tokyo.
– Produk unggulan: Susu pasteurisasi dan beras kemasan.
Kisah Haruto, Buruh Pabrik di Osaka:
“Istri saya bergabung dengan koperasi konsumen. Kami tak perlu lagi antre dari subuh. Susu untuk anak-anak datang setiap pagi.”
4: Warisan MacArthur yang Bertahan
1952, Jepang merdeka dari pendudukan. Namun, koperasi tetap menjadi tulang punggung ekonomi:
– JA Group kini menguasai 50% pasar pertanian Jepang.
– JCCU memiliki 30 juta anggota (2023), mengelola supermarket hingga asuransi.
Fakta Heroik:
– MacArthur ingin koperasi jadi alat demokratisasi, tetapi JA Group justru menjadi lobby politik kuat yang sering bertentangan dengan kebijakan pemerintah, misalnya menentang liberalisasi impor beras.
Epilog: Dari Puing ke Kekuatan Global
Reformasi MacArthur meninggalkan sistem koperasi yang unik:
– Integrasi Vertikal: JA Group menguasai seluruh rantai pasok, dari produksi hingga perbankan.
– Budaya Gotong Royong: Prinsip kyōdō (kolektivisme) selaras dengan nilai tradisional Jepang.
Kiyoko di Tahun 1970:
“Anak saya kini jadi insinyur, dibiayai dari laba koperasi. MacArthur mungkin tak pernah membayangkan koperasi kami akan sekuat ini.”
Data Penutup
– 1945: 0% petani memiliki lahan → 1950: 90% petani pemilik lahan.
– 2023: JA Group memiliki aset ¥100 triliun (≈Rp11.000 triliun).
– Warisan Abadi: 70% produk pertanian Jepang masih dipasarkan melalui koperasi.
***
Di balik bayang-bayang pendudukan, koperasi Jepang adalah kisah tentang rakyat biasa yang bangkit dari abu perang, dipicu oleh kebijakan visioner—dan sedikit paradoks—seorang jenderal Amerika.
Masalah kita bukanlah kurangnya sumber daya, tapi kurangnya imajinasi.”
—Arundhati Roy“Imagination is more important than knowledge”
Albert Einstein
AP. Ciburial, 25 Maret 2025
Agus Pakpahan adalah Rektor Ikopin University, Pakar Ekonomi Kelembagaan.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pandangan penulis pribadi, tidak mencerminkan lembaga dimana penulis bekerja atau terkait.





















