Jakarta, Mevin.ID – Komnas HAM angkat suara soal fenomena pengibaran bendera One Piece jelang Hari Kemerdekaan RI ke-80. Lembaga tersebut menilai hal itu adalah bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan penggunaan simbol-simbol dari budaya populer seperti bendera bajak laut dari serial manga Jepang tersebut adalah ekspresi simbolik warga negara.
“Itu bagian dari hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin dalam UUD 1945,” kata Anis kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, negara semestinya hadir untuk menjamin hak setiap warganya, apalagi di tengah semangat bulan kemerdekaan.
“Justru pemerintah harus memastikan masyarakat bisa merdeka dalam menggunakan haknya,” tambah Anis.
Komnas HAM menyayangkan jika ekspresi semacam ini justru ditanggapi berlebihan, apalagi sampai ada tindakan represif seperti pelarangan, penurunan bendera, hingga penangkapan.
“Kalau sampai ada penghapusan, pelarangan, bahkan penangkapan, itu sudah tidak sesuai dengan prinsip HAM,” tegas Anis.
Ke depan, Komnas HAM mendorong pemerintah untuk lebih bijak dalam merespons ekspresi publik, serta tetap menjunjung tinggi pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Respons Pemerintah: Jangan Ganggu Kesakralan 17 Agustus
Fenomena bendera One Piece memang sedang ramai di berbagai daerah. Namun, sejumlah pejabat pemerintah punya pandangan berbeda.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sempat mengingatkan agar jangan sampai kemeriahan budaya pop menodai makna Hari Kemerdekaan.
“Kami berharap jangan ada hal-hal yang bisa mengganggu kesakralan HUT RI ke-80,” kata Prasetyo di DPR, Senin (4/8).
Ia mengaku tak mempermasalahkan bendera One Piece sebagai bentuk ekspresi, selama tidak digunakan untuk tujuan lain, seperti mengkampanyekan simbol selain Merah Putih saat upacara resmi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin lebih tegas. Ia menyebut tidak pantas jika bendera bajak laut Straw Hat dikibarkan bersamaan dengan bendera Merah Putih.
“Masa Merah Putih diback-up bendera tengkorak? Itu tidak pas,” ujarnya, Selasa (5/8).
Menurut Sjafrie, Merah Putih adalah simbol negara yang sakral, dan harus dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pengibaran bendera fiksi memang bisa jadi bagian dari budaya populer, tapi saat bersinggungan dengan simbol negara, sensitivitas publik bisa meningkat. Di sinilah pentingnya ruang dialog — agar kebebasan berekspresi tetap terjaga, tanpa melukai nilai-nilai nasionalisme.***





















