Jakarta, Mevin.ID – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali mengkritik proses pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan secara tertutup dan terkesan terburu-buru oleh Komisi I DPR RI dan Pemerintah.
Rapat pembahasan lanjutan RUU TNI digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Jumat (14/3/2025) dan Sabtu (15/3/2025).
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan bahwa pihaknya sudah menduga akan ada percepatan pembahasan RUU TNI sejak surat presiden (surpres) nomor R12/pres/2/2025 masuk ke DPR.
“Kami dari awal itu ketika kemudian surpres dengan nomor R12/pres/2/2025 itu kemudian masuk ke meja DPR RI. Kami sudah menduga akan ada proses pembahasan yang akseleratif, akan dipercepat,” kata Dimas dalam pesan yang diterima, Sabtu (15/3/2025).
Dimas menambahkan bahwa intensitas rapat yang tinggi dan terkesan terburu-buru menunjukkan niat DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU TNI. “Mereka akan mau mengesahkan RUU TNI ini dalam paripurna, yang mungkin nanti akan dilakukan pada 20 Maret 2025,” ujarnya.
Lokasi Rapat yang Dipertanyakan
Dimas juga mempertanyakan pemilihan lokasi rapat di hotel mewah tersebut. Menurutnya, hal ini dilakukan agar pembahasan RUU TNI sulit dijangkau oleh masyarakat.
“Masyarakat pada akhirnya tidak bisa mengakses apa saja pertemuan, apa saja yang dilakukan, karena sifatnya tertutup. Padahal, masyarakat juga berhak tahu apa yang dibahas,” kata Dimas.
Ia menegaskan bahwa akses informasi adalah elemen penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Ini satu hal yang sangat paradoks. Di tengah situasi yang sangat sulit secara ekonomi, tapi kemudian ada pemborosan, dalam tanda kutip, yang dilakukan oleh anggota DPR untuk melakukan pembahasan dengan motivasi terselubung dan upaya diam-diam,” tandasnya.
Respons Ketua Komisi I DPR: Itu Keberpihakan
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menanggapi kritik KontraS dengan menyatakan bahwa sikap organisasi tersebut merupakan bentuk keberpihakan.
“Kalau KontraS memang dari awal nggak setuju. Nah ini kan keberpihakan, pertanyaannya begini terus,” kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu mengaku tidak mempersoalkan jika KontraS tidak setuju dengan RUU TNI. Ia juga menyatakan bahwa Komisi I telah mengundang KontraS untuk memberikan aspirasi, namun undangan tersebut tidak diindahkan.
“Ya boleh KontraS nggak setuju. Kita undang dia nggak mau karena merasa akan jadi stempel saja bahasanya,” tutur Utut.
“Mereka menilai yang lebih dibutuhkan sekarang undang-undang yang berhubungan dengan peradilan militer atau bidangnya,” pungkasnya.
Revisi UU TNI: Perpanjangan Usia Pensiun dan Penempatan Prajurit
Sebelumnya, Komisi I DPR RI telah menggelar rapat perdana bersama Kementerian Hukum, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Sekretariat Negara untuk membahas Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada 11 Maret 2025.
Revisi ini mencakup penambahan usia dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun bagi perwira. Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menyatakan bahwa perpanjangan batas usia ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi prajurit senior di tengah meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia.
Berikut rincian usulan usia pensiun baru:
- Tamtama: 56 tahun
- Bintara: 57 tahun
- Perwira (Letnan Kolonel ke bawah): 58 tahun
- Kolonel: 59 tahun
- Perwira bintang 1: Maksimal 60 tahun
- Perwira bintang 2: Maksimal 61 tahun
- Perwira bintang 3: Maksimal 62 tahun
Selain itu, revisi UU TNI juga akan mengubah aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, mengingat kebutuhan penempatan prajurit TNI di instansi pemerintah yang semakin meningkat.
Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Pemerintah
Dalam rapat ini, pemerintah juga menyerahkan draf Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai masukan atas revisi UU TNI yang menjadi inisiatif DPR RI. DIM ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan revisi UU TNI.
Pembahasan RUU TNI Menuai Kritik
Pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup dan terkesan terburu-buru terus menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk KontraS.
Proses yang transparan dan partisipatif dinilai penting untuk memastikan bahwa revisi UU TNI benar-benar memenuhi kepentingan publik dan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.
Sementara itu, DPR RI menegaskan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan dengan tujuan memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara, meskipun kritik dari masyarakat sipil tetap perlu dipertimbangkan.***
Baca Juga :
- KontraS Kritik Pembahasan RUU TNI yang Tertutup dan Terburu-buru
- RUU TNI: Tugas TNI Diperluas, Termasuk Jaga Ketahanan Siber dan Atasi Narkoba
- Panja RUU TNI Sepakat Tambah Satu Lembaga yang Bisa Diduduki Prajurit TNI Aktif
- Panja RUU TNI Bahas Tiga Klaster Utama, Apa Itu ?





















