Koperasi Kelapa Sawit Indonesia untuk Bumi Abadi Bersama

- Redaksi

Minggu, 16 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perkebunan Sawit Rakyat Perlu Bentuk Koperasi

Perkebunan Sawit Rakyat Perlu Bentuk Koperasi

KOLOM AGUS PAKPAHAN

DI TENGAH hamparan kebun kelapa sawit yang luas di Sumatera Utara, Pak Budi, seorang petani kelapa sawit, duduk termenung di tepi kebunnya.

Sudah bertahun-tahun ia mengelola kebunnya sendiri, tetapi pendapatannya tak kunjung stabil. Harga riil Tandan Buah Segar (TBS) yang selain fluktuatif juga terus menurun, membuat hidupnya serba tak pasti. (Lihat Gambar berikut).

Gambar: Trend penurunan jangka panjang harga riil minyak sawit di pasar dunia, 1900 = 100

Berkat Tuhan YME, harapan baru muncul ketika ia mendengar tentang program “Green Farmers Palm Oil Estates (GFPOE)” yang digagas oleh “Koperasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (KPKSI)”.

Program ini tidak hanya menjanjikan kesejahteraan bagi petani seperti dirinya, tetapi juga menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang.

Sebelum Adanya KPKSI: Kondisi yang Memprihatinkan

Sebelum KPKSI hadir, kehidupan Pak Budi dan petani kelapa sawit lainnya penuh dengan ketidakpastian. Berikut adalah gambaran kondisi sebelum adanya KPKSI:

1. Kepemilikan dan Pengelolaan Lahan:

  • Petani seperti Pak Budi mengelola kebun secara individu dengan luas lahan terbatas, rata-rata hanya 2-3 hektare.
  • Tidak ada skala ekonomi yang signifikan karena produksi TBS tersebar dan tidak terintegrasi, ibarat air hujan yang jatuh ke bumi tanpa ada hutan atau bendungan yang menampungnya.

2. Akses ke Teknologi dan Pelatihan:

  • Petani kesulitan mengakses teknologi modern dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas. Bahkan, menurut pandangan agnogenesis petani dihalangi dan dibuat tidak berkembang pengetahuannya. Padahal kemerdekaan ini ditujukan, antara lain, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Praktik pertanian masih tradisional, dengan penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak optimal.

3. Pemasaran dan Harga TBS:

  • Petani menjual TBS ke tengkulak atau Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik perusahaan besar dengan harga rendah.
  • Tidak ada daya tawar karena TBS mudah rusak dan harus segera dijual.

4. Pendapatan Petani:

  • Pendapatan petani tidak stabil dan bergantung pada fluktuasi harga TBS.
  • Rata-rata pendapatan petani sekitar Rp 5-7 juta/bulan untuk lahan 2 hektare.

5. Dampak Lingkungan:

  • Praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti pembakaran lahan dan penggunaan pupuk kimia berlebihan, menyebabkan kerusakan lingkungan.
  • Emisi gas rumah kaca tinggi karena kurangnya pengelolaan limbah dan deforestasi.

6. Kesejahteraan Sosial:

  • Petani tidak memiliki jaminan sosial seperti pensiun atau asuransi.
  • Akses terhadap pendidikan dan kesehatan terbatas.

Setelah Adanya KPKSI: Transformasi Menuju Kesejahteraan dan Keberlanjutan

Setelah bergabung dengan KPKSI, kehidupan Pak Budi dan petani lainnya berubah secara signifikan. Berikut adalah gambaran kondisi setelah adanya KPKSI:

1. Kepemilikan dan Pengelolaan Lahan:

  • Lahan petani dikonsolidasikan melalui Hak Pengelolaan Kebun Sawit Petani (HPKSP) selama 25 tahun.
  • KPKSI mengelola 6,3 juta hektare lahan secara terintegrasi, mencapai skala ekonomi yang signifikan.

2. Akses ke Teknologi dan Pelatihan:

  • Petani mendapatkan akses ke teknologi modern, seperti bibit unggul, pupuk organik, dan sistem pengairan yang adaptif dengan kebutuhan perkebunan kelapa saawit.
  • Pelatihan rutin diberikan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas TBS.

3. Pemasaran dan Harga TBS:

  • KPKSI mengolah TBS menjadi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik koperasi.
  • CPO dijual dengan harga premium melalui kontrak jangka panjang dengan perusahaan multinasional seperti Unilever atau Louis Dreyfus Company.

4. Pendapatan Petani:

  • Petani menerima imbalan sewa lahan sebesar Rp 10 juta/tahun untuk lahan 2 hektare.
  • Dividen dari keuntungan KPKSI dan insentif dari praktik berkelanjutan meningkatkan pendapatan petani menjadi Rp 15-20 juta/bulan.

5. Dampak Lingkungan:

  • Praktik pertanian berkelanjutan, seperti sertifikasi RSPO dan ISPO, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
  • Emisi gas rumah kaca berkurang sebesar 2 juta ton CO2/tahun, setara dengan menghilangkan emisi dari 400.000 mobil.

6. Kesejahteraan Sosial:

  • Petani mendapatkan jaminan sosial seperti pensiun dan asuransi.
  • Program kesejahteraan, termasuk pendidikan dan kesehatan, diberikan kepada petani dan keluarganya.

Akses terhadap Sistem Pembiayaan Global

Salah satu perubahan besar yang dibawa oleh KPKSI adalah akses terhadap sistem pembiayaan global. Dengan konsolidasi lahan seluas 6,3 juta hektare, KPKSI memiliki aset bernilai tinggi yang dapat digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan internasional. Berikut adalah manfaatnya:

1. Pinjaman dari Bank Luar Negeri:

  • KPKSI mendapatkan pinjaman sebesar Rp 236,25 triliun dari bank luar negeri seperti Koperasi Rabobank dengan suku bunga rendah (5%).
  • Pinjaman ini digunakan untuk membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ramah lingkungan dan mengembangkan industri hilir.

2. Pembiayaan dari Lembaga Internasional:

  • KPKSI mendapatkan pendanaan dari lembaga internasional seperti Green Climate Fund (GCF) dan World Bank untuk program-program keberlanjutan.
  • Dana ini digunakan untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

3. Penerbitan Obligasi Hijau (Green Bonds):

  • KPKSI menerbitkan obligasi hijau senilai $500 juta (Rp 7,5 triliun) untuk mendanai proyek-proyek ramah lingkungan.
  • Obligasi ini menarik minat investor global yang peduli terhadap lingkungan.

Kontrak Penjualan dengan Perusahaan Global

Dengan skala produksi yang besar (26,46 juta ton CPO/tahun), KPKSI mampu menjalin kontrak penjualan jangka panjang dengan perusahaan global. Berikut adalah manfaatnya:

1. Harga Premium:

  • CPO dari KPKSI dijual dengan harga premium sebesar $850/ton, lebih tinggi dari harga pasar spot \$800/ton.
  • Pendapatan tambahan dari harga premium mencapai Rp 19,85 triliun/tahun.

2. Kemitraan dengan Perusahaan Multinasional:

  • KPKSI menjalin kemitraan dengan perusahaan multinasional seperti Unilever, Louis Dreyfus Company, dan Nestlé.
  • Kemitraan ini memberikan kepastian permintaan dan stabilitas harga.

3. Ekspor ke Pasar Global:

  • CPO berkelanjutan dari KPKSI diekspor ke lebih dari 100 negara, termasuk Eropa, Amerika Utara, dan Asia.
  • Indonesia menjadi pemasok utama CPO berkelanjutan untuk memenuhi permintaan global.

Ilustrasi Kuantitatif Perbandingan Sebelum (Before) and sesudah (After) berdiri dan beroperasinya KPKSI

Aspek Sebelum KPKSI Setelah KPKSI

Perubahan Pendapatan Petani
Rp 5-7 juta/bulan (lahan 2 ha)
Rp 15-20 juta/bulan (lahan 2 ha) | Meningkat 2.8-3.0 kali lipat

Harga TBS
Rp 2.000-2.500/kg (fluktuatif)
Rp 2.500-3.000/kg (stabil, harga premium)
1.2 – 1.25 kali lipat

Produktivitas Kebun
18-20 ton TBS/ha/tahun
25-30 ton TBS/ha/tahun
1.38 – 1.5 kali lipat

Emisi Gas Rumah Kaca
Tinggi (praktik tidak berkelanjutan)
Berkurang 2 juta ton CO2/tahun | signifikan

Akses ke Teknologi
Terbatas
Penuh (bibit unggul, pupuk organik, dll.) | signifikan

Jaminan Sosial
Tidak ada
Ada (pensiun, asuransi, bonus) | signifikan

Daya Tawar Petani
Rendah (tergantung tengkulak)
Tinggi (kontrak jangka panjang dengan MNC) | Signifikan

Akses Pembiayaan Global
Tidak ada
Rp 236,25 triliun (pinjaman bank luar negeri) | Signifikan

Kontrak Penjualan Global
Tidak ada
$850/ton (harga premium) | Signifikan

Dampak Positif KPKSI

1. Bagi Petani:

  • Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
  • Akses ke teknologi, pelatihan, dan jaminan sosial.
  • Kepastian harga dan permintaan melalui kontrak jangka panjang.

2. Bagi Lingkungan:

  • Pengurangan emisi gas rumah kaca dan kerusakan lingkungan.
  • Perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati.

3. Bagi Ekonomi Nasional:

  • Kontribusi terhadap PDB melalui ekspor CPO berkelanjutan.
  • Penciptaan lapangan kerja baru (10.000 lapangan kerja dengan gaji Rp 5 juta/bulan).

4. Bagi Global:

  • Indonesia menjadi pemasok utama CPO berkelanjutan untuk memenuhi permintaan global.
  • Model KPKSI dapat diadopsi oleh negara-negara produsen kelapa sawit lainnya.

***

Dengan ada dan beroperasinya Koperasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (KPKSI), terjadi transformasi signifikan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Petani yang sebelumnya terpinggirkan kini menjadi pemilik nilai tambah, sementara lingkungan dan perekonomian nasional mendapatkan manfaat besar.

Program Green Farmers Palm Oil Estates (GFPOE) yang dijalankan oleh KPKSI tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani tetapi juga berkontribusi terhadap upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.

Call to Action

Mari bersama-sama mendukung KPKSI dan program GFPOE untuk mewujudkan Kelapa Sawit Indonesia untuk Bumi Abadi Bersama.

Dengan langkah ini, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani tetapi juga menjaga bumi untuk generasi mendatang. Salam koperasi!

Dengan membandingkan before and after kehadiran KPKSI, artikel ini menunjukkan betapa transformatif peran koperasi dalam mengubah nasib petani kelapa sawit dan mendorong pembangunan berkelanjutan.

Hanya dengan memahami dan menerapkan faham pembangunan sebagai pemerdekaan uraian di atas dapat terwujud.

AP. 15 Maret 2025
Agus Pakpahan adalah Rektor Ikopin University, Pakar Ekonomi Kelembagaan.

Facebook Comments Box
Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya
Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates
Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai
Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital
Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex
Ketersendirian Pahlawan dan Mandat untuk Menang: Filosofi Eksistensialisme dalam Perjuangan Pribadi
Ketangguhan Desa dan Sinergi Pentahelix Hadapi Krisis Iklim
Marsinah, Antara Pengakuan dan Penghapusan

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 11:59 WIB

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 November 2025 - 09:25 WIB

Arsitek Sejati Kehidupan: Menciptakan Kesempurnaan dari Dalam Diri ala Socrates

Jumat, 14 November 2025 - 08:02 WIB

Tumpukan Sampah yang Tak Kunjung Usai

Kamis, 13 November 2025 - 19:21 WIB

Ketika Korban Bullying Menemukan “Pelarian” di Dunia Gelap Digital

Kamis, 13 November 2025 - 15:25 WIB

Manusia, Anjing, dan Pengkhianatan Diri: Sebuah Refleksi Atas Homo Duplex

Berita Terbaru

Humaniora

Gotong Royong Digital: Mahkota Kebaikan dan Ancaman di Baliknya

Jumat, 14 Nov 2025 - 11:59 WIB