Koperasi sebagai Ketidaktahuan yang Disengaja: Meninjau Kegagalan Epistemik Dunia Pendidikan terhadap Demokrasi Ekonomi

- Redaksi

Kamis, 3 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Agus Pakpahan adalah Rektor Ikopin University, Pakar Ekonomi Kelembagaan.

Agus Pakpahan adalah Rektor Ikopin University, Pakar Ekonomi Kelembagaan.

TULISAN ini mengeksplorasi bagaimana sistem pendidikan di Indonesia  telah berkontribusi dalam membentuk ketidaktahuan sistemik terhadap koperasi sebagai model ekonomi konstitusional demokrasi ekonomi Indonesia.

Dengan menggunakan pendekatan kritis terhadap epistemologi pendidikan dan ekonomi politik, artikel ini mengajukan tesis bahwa ketidaktahuan terhadap koperasi bukanlah sekadar kelalaian, melainkan hasil dari deliberate ignorance—yakni pemilihan sadar untuk menyingkirkan wacana koperasi dari arus utama pengetahuan.

Pendidikan ideologis koperasi apabila dikembangkan pada awal pengembangan model Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), akan menjadi titik awal strategi pembebasan.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

  1. Pendahuluan

Salah satu paradoks dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah pengakuan konstitusional terhadap koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945, namun keterpinggiran sistematisnya dalam praktik kebijakan, ekonomi, bahkan pendidikan.

Sebagian besar lulusan ekonomi, bisnis, dan bahkan administrasi publik mengenyam pendidikan tanpa pemahaman utuh tentang koperasi sebagai kerangka demokrasi ekonomi.

Ini menimbulkan pertanyaan penting: Mengapa koperasi tidak diajarkan secara serius, padahal ia diamanatkan oleh konstitusi?

  1. Ketidaktahuan yang Disengaja: Sebuah Konstruksi Epistemik

Konsep “deliberate ignorance” atau ketidaktahuan yang disengaja digunakan di sini untuk menjelaskan:

  • Bagaimana wacana koperasi diturunkan menjadi sekadar instrumen usaha kecil, tanpa dimaknai sebagai sistem transformatif.
  • Bagaimana kurikulum ekonomi lebih mengedepankan paradigma pasar bebas, dengan narasi hegemonik tentang efisiensi dan kompetisi.
  • Bagaimana literasi publik diwarnai oleh asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi dan kapitalisme adalah satu-satunya jalan.

Konsekuensinya, koperasi kehilangan tempatnya sebagai agent of change dalam imajinasi sosial.

  1. Pendidikan sebagai Alat Reproduksi Sistemik

Pendidikan formal, yang seharusnya menjadi medan pembebasan, justru kerap menjadi agen reproduksi status quo. Koperasi jarang muncul dalam buku teks utama.

Ketika diajarkan, ia direduksi menjadi “opsi ekonomi masyarakat desa,” bukan sebagai model demokrasi ekonomi global seperti Mondragon di Spanyol atau Amul di India.

We learn markets as natural, but cooperatives as accidental.” – Suatu cerminan dari konstruksi epistemik yang timpang.

  1. KDMP dan Pendidikan Ideologis: Jalan Pembebasan

Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) perlu menawarkan pendekatan berbeda yaitu dimulai dari pendidikan ideologis.

Tujuannya bukan untuk membentuk teknokrat koperasi, melainkan subjek kritis yang memahami koperasi sebagai alat perjuangan.

Komponen utama:

  • Reinterpretasi Pasal 33 sebagai etika ekonomi, bukan hanya sekadar norma hukum.
  • Dialog sejarah perjuangan ekonomi rakyat untuk memahami perlunya dekolonialisasi.
  • Kritik terhadap sistem ekonomi dominan dan pencarian solusi kontekstual berbasis tropikanisasi.
  1. Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi
  • Reformasi kurikulum ekonomi dan kewirausahaan untuk memasukkan studi koperasi secara substantif.
  • Integrasi pendidikan ideologis koperasi dalam pelatihan perangkat desa, guru, dan mahasiswa.
  • Pendirian lembaga riset koperasi tropis sebagai penyeimbang dominasi institusi ekonomi arus utama.

***

Ketidaktahuan terhadap koperasi bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari pilihan sistemik yang dapat (dan harus) dikoreksi.

Pendidikan ideologis berbasis koperasi dalam pengembangan KDMP adalah langkah strategis menuju keadilan epistemik dan kedaulatan ekonomi rakyat.

Bila kita ingin Indonesia yang sesuai dengan amanat konstitusi dan akar budayanya, maka langkah pertama adalah mengingat kembali apa yang telah “dilupakan” secara sistemik—dan memulainya di ruang kelas.

Agus Pakpahan adalah Rektor Ikopin University, Pakar Ekonomi Kelembagaan.

Follow WhatsApp Channel mevin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Sendiri, Tapi Tidak Sepi: Meresapi Kesendirian Lewat Kacamata Stoik
Matahari Juga Bersinar untuk Orang Jahat: Pelajaran Tenang dari Seneca
Seneca dan Seni Menghadapi Cobaan: Keteguhan dalam Pandangan Stoik
Dialog Batin — Episode 2: Tuhan yang Jauh Padahal Dekat
Dialog Batin – Episode 1 : “Jalan Pulang Tak Selalu Lewat Masjid”
Beragama di Tengah Ketakutan: Pelajaran dari Dudung dan Kiai Asep
“Cicak di Dinding”: Hikmah Rejeki dari Dinding Masa Kecil Kita
Malam Satu Suro, Jumat Kliwon, dan Ajakan Sunyi dari Leluhur di Tengah Dunia yang Bising

Berita Terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 21:15 WIB

Sendiri, Tapi Tidak Sepi: Meresapi Kesendirian Lewat Kacamata Stoik

Sabtu, 5 Juli 2025 - 20:43 WIB

Matahari Juga Bersinar untuk Orang Jahat: Pelajaran Tenang dari Seneca

Jumat, 4 Juli 2025 - 22:35 WIB

Seneca dan Seni Menghadapi Cobaan: Keteguhan dalam Pandangan Stoik

Kamis, 3 Juli 2025 - 13:22 WIB

Dialog Batin — Episode 2: Tuhan yang Jauh Padahal Dekat

Kamis, 3 Juli 2025 - 09:16 WIB

Koperasi sebagai Ketidaktahuan yang Disengaja: Meninjau Kegagalan Epistemik Dunia Pendidikan terhadap Demokrasi Ekonomi

Berita Terbaru