Jakarta, Mevin.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) untuk periode 2021—2023. Pada Senin (14/4), penyidik memeriksa dua pejabat humas dari internal bank tersebut.
Mereka adalah Indra Maulana (IM), Group Head Humas Divisi Corporate Secretary, dan Purwana Bagja alias Ipung (PB alias IP), Manajer Grup Marketing Komunikasi Bank BJB.
“Pemeriksaan dilakukan terhadap IM dan PB alias IP,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sudah Lima Tersangka Ditetapkan
Kasus ini bukan sekadar soal belanja iklan. Nilainya jumbo dan jejaringnya melibatkan nama-nama besar di dalam dan luar Bank BJB. Hingga saat ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur Utama Bank BJB sendiri:
- Yuddy Renaldi (YR) – Dirut Bank BJB
- Widi Hartoto (WH) – Kepala Divisi Corsec sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK)
- Ikin Asikin Dulmanan (IAD) – Pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri
- Suhendrik (S) – Pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress
- Sophan Jaya Kusuma (SJK) – Pengendali Cipta Karya Sukses Bersama
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal hukuman penjara 20 tahun, ditambah denda miliaran rupiah.
Skema Korupsi Iklan?
Meski belum diungkap secara detail, dugaan kuatnya kasus ini melibatkan praktik mark-up anggaran, pengadaan fiktif, atau permainan vendor dalam proyek iklan. Dengan nilai kerugian negara mencapai Rp222 miliar, ini bisa menjadi salah satu skandal korupsi iklan terbesar dalam sejarah bank pembangunan daerah.
“Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp222 miliar,” kata Tessa.
Pemeriksaan terhadap Indra dan Ipung mengindikasikan peran penting divisi humas dan komunikasi dalam jalur anggaran iklan yang diduga bermasalah.
Apa Selanjutnya?
Penyidikan KPK belum selesai. Pemeriksaan terhadap dua saksi ini bisa membuka jalur baru bagi penyidik dalam mengurai siapa saja yang menikmati aliran dana korupsi, serta bagaimana struktur keuangan internal Bank BJB bisa digunakan untuk praktik penyimpangan.
Masyarakat pun menantikan, apakah akan ada tersangka baru yang muncul dari internal BJB atau mitra-mitra korporat lainnya. Satu hal yang pasti: kasus korupsi iklan ini bukan cuma soal media, tapi soal sistem yang lemah dan celah yang dieksploitasi.***




















